Penyebab Keguguran Berulang, dari Faktor Genetik hingga Usia Ibu
Reporter
Eka Wahyu Pramita
Editor
Mila Novita
Kamis, 9 Juli 2020 13:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Keguguran sering kali terjadi berulang kali. Disebut keguguran berulang jika terjadi tiga kali berturut-turut, tapi American Society of Reproductive Medicine (ASRM) mendefinisikannya sebagai keguguran yang terjadi dua kali atau lebih.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari RSIA Tambak, Reino Rambey, mengatakan keguguran didefinisikan sebagai kehamilan yang diakui secara klinis yang berakhir sebelum 20 minggu. Kehamilan yang diakui secara klinis berarti bahwa kehamilan telah divisualisasikan melalui USG.
Sebagian besar kehilangan janin disebabkan oleh kelainan kromosom atau genetik, dan merupakan kejadian acak. Sementara faktor abnormalitas bisa berasal dari sel telur, sperma, atau embrio awal.
"Masalah embrio terjadi saat kehamilan di bawah 10 minggu yang dipengaruhi sel sperma dan sel telur. Atau ada masalah khusus dalam kehamilan itu sendiri, misalnya terdapat miom di dalam rahim, dan bawaan kelainan rahim, misalnya rahim bercabang dua," ucap Reino dalam Instagram Live Sensitif, Rabu, 8 Juli 2020.
Kesehatan suami, lanjut Reino, juga bisa menjadi faktor penyebab sehingga keduanya perlu pemeriksaan. Faktor risiko menjadi penyebab jika jumlah sel sperma berkurang dan kualitas juga menurun.
Usia ibu yang meningkat juga dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran, diduga disebabkan oleh kualitas telur yang menurun sehingga menyebabkan kelainan kromosom (genetik).
Kadang-kadang, ibu atau ayah mungkin memiliki sedikit ketidakteraturan dalam gen mereka, tetapi keturunannya bisa lebih parah terkena dampaknya. Itu juga bisa menyebabkan keguguran.
Keguguran mungkin disebabkan oleh pasokan darah yang buruk untuk kehamilan. "Salah satunya faktor pengentalan darah bisa jadi penyebab, karena aliran darah perlu dialirkan ke saluran endometrium, kalau aliran darah tidak lancar bisa menyebabkan keguguran," ucap Reino.
Beberapa wanita mungkin dilahirkan dengan rahim yang bentuknya tidak beraturan atau kelainan uterus terjadi seiring dengan waktu.
Sistem kekebalan perempuan juga dapat berperan dalam keguguran berulang. Abnormalitas hormon juga dapat berdampak pada kehilangan kehamilan, termasuk penyakit tiroid dan diabetes.
Ada anggapan bahwa berhubungan seksual saat hamil bisa bikin keguguran, namun Reino menjelaskan jika sebenarnya tidak apa-apa. "Walau ada bagian dari sperma yang bisa memicu kontraksi dini, namun penelitian menyebutkan jumlahnya sangat sedikit yang bisa menyebabkan kontraksi," ucapnya.
Menurut Reino, jika perempuan memiliki riwayat keguguran berulang maka bisa melakukan pemeriksaan sejak awal ketika hendak merencanakan kehamilan, atau bahkan sebelum hamil. Dari hasil pemeriksaan bisa diketahui apa yang perlu diperbaiki.
"Permasalahan keguguran bisa dicegah dengan melakukan pemeriksaan atau penegakan diagnosis yang dilanjutkan dengan pemeriksaan lengkap sehingga diketahui penyebab masalahnya," ujar dia.