TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi warga negara Indonesia dan perempuan pertama yang menjabat sebagai Komisioner di komite disabilitas Persatuan Bangsa Bangsa, membuat Risnawati Utami yakin bahwa banyak pemimpin perempuan di luar negeri yang mampu menyelesaikan masalah global pandemi corona.

“Karena perempuan itu dilahirkan memiliki sifat memelihara seperti nurturing Dan selalu berusaha mencari penyelesaian masalah layaknya seorang ibu di dalam keluarga, mother earth istilahnya,” ujar Risnawati Utami, saat menjadi Narasumber dalam diskusi via Zoom meeting, Kartini Inklusif, Yang diinisiasi oleh Konekin Dan Rumah Millenials, Ahad 19 April 2020.

Risnawati memaparkan beberapa contoh pemimpin perempuan dunia yang cukup berhasil melakukan pembenahan di dalam negaranya terkait penanganan wabah corona. Misalnya pemimpin Jerman, Kanselir Angela Markell dan perdana menteri Finlandia, Sanna Marin.

Risnawati Utami, 45 tahun, penyandang disabilitas dari Indonesia pertama yang masuk dalam komite HAM PBB untuk Convention for Rights of People with Disability (CRPD) atau konvensi untuk hak penyandang disabilitas.

Menurut pendiri organisasi penyandang disabilitas Ohana ini, perempuan memiliki tipe kepemimpinan yang berbeda dengan pemimpin laki laki. Dalam perspektif sesama perempuan, persaingan politik lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemimpin laki laki.

“Bukan saya bermaksud bias gender, tipe kepemimpinan yang mengedepankan kepemimpinan patriarki seringkali terjebak pada persaingan politik yang menjauhkan seorang pemimpin dari keputusan yang dibutuhkan rakyatnya,” ujar Risnawati.

Berangkat dari persepsi itulah, menurut Risna, gender dan kondisi seseorang baik disabilitas ataupun non disabilitas tidak menjadi sebuah pertimbangan utama dunia internasional dalam memilih pemimpin. Asalkan seseorang memiliki kapabilitas dalam bidangnya, seorang perempuan maupun penyandang disabilitas dapat menjadi pemimpin.