Wastra Minahasa Lahir Kembali dalam Wujud Kain Pinawetengan

Editor

Mila Novita

Jumat, 13 Maret 2020 20:45 WIB

Peresmian Rumah Kain Pinawetengan menampilkan kreasi Denny Malik dari bahan kain tradisional Minahasa, Kamis, 12 Maret 2020. (Tim Muara Bagja)

TEMPO.CO, Jakarta - Kain pinawetengan memiliki corak khas Minahasa yang direka ulang dengan corak dan teknik baru. Kain ini dimunculkan karena kain tradisional Minahasa yang asli sudah lama punah.

Sampai saat ini konon hanya ada satu lembar wastra dari Minahasa yang ada di Indonesia, di Museum Nasional, sementara ada dua lembar kain lainnya di Tropen Museum, Amsterdam, Belanda.

Kini hadir Rumah Kain Pinawetengan yang diresmikan pada Kamis, 12 Maret 2020, di Humble House, Jakarta. Pada peresmian itu dipersembahkan aneka rancangan busana siap pakai berbahan dasar kain pinawetengan karya Denny Malik.

Denny Malik mengusung tema "Kawan" yang menggambarkan pertemanannya dengan pendiri Rumah Kain Pinawetengan, Iyarita Mamoto, sejak 2019.

Peresmian Rumah Kain Pinawetengan menampilkan kreasi Denny Malik dari bahan kain tradisional Minahasa, Kamis, 12 Maret 2020. (Tim Muara Bagja)

Merujuk pada muasal, awalnya masyarakat Minahasa memiliki dua jenis kain tradisional yang dikenal dengan kain Bentenan (bukan kain merek Bentenan) dan kain
Pinatikan. Namun kedua kain ini sudah tidak diproduksi lagi sejak sekitar 100 tahun lalu. Karena tak diproduksi, masyarakat pun tak menggunakannya lagi. Diperkirakan invasi budaya Barat (Belanda) secara besar-besaran menjadi salah satu alasan punahnya kain ini.

Jika melihat foto-foto kuno, perempuan Minahasa pada 1920-an sudah mengenakan kain batik sebagai pasangan kebaya renda atau kebaya encim. Sementara para pria sudah mengenakan setelan jas layaknya para pria Barat/Belanda.

Kekosongan kain tradisional ini berlangsung hingga tahun 2000-an sampai Yayasan Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara di bawah impinan Benny Mamoto berinisiatif mengembangkan kain yang mempunyai ciri khas Minahasa dengan berlandaskan kearifan lokal budaya Minahasa.

Advertising
Advertising

Pada awalnya kain yang dibuat dalam bentuk print itu mengangkat corak-corak dan guratan yang tertera di situs budaya Watu Pinawetengan. Situs ini diperkirakan berusia sekitar 2000 tahun, namun baru ditemukan pada 1888.

Kain pinawetengan hanya memproduksi kain-kain bermotif yang ada di Watu Pinawetengan dalam bentuk cetak (print). Ditampilkan dengan berbagai warna khas Minahasa, warna-warna mencolok.

Terdapat corak bunga cengkeh, dan motif aneka binatang bahari, karena Minahasa terkenal akan biota laut yang sangat kaya, serta masih banyak lagi. Pada tahun 2007, kain pinawetengan mengembangkan produknya menjadi aneka jenis kain dengan teknik pembuatan yang lebih tradisional. Mengembangkan tenun ikat dengan corak-corak tradisional khas Minahasa.

Patut dicatat bahwa kain pinawetengan telah dipatenkan dan tercatat dalam Guinness Book of Records yang diakui sebagai tenun songket terpanjang di dunia. Panjang kain mencapai 101 meter dan tanpa sambungan.

Berita terkait

Meraup Cuan di Kerajinan Kain Shibori

3 Maret 2024

Meraup Cuan di Kerajinan Kain Shibori

Bagaimana pengrajin asal Yogyakarta meraup keuntungan dari kerajinan kain shibori.

Baca Selengkapnya

Makin Trendi dengan Kain Tradisional Indonesia

31 Desember 2023

Makin Trendi dengan Kain Tradisional Indonesia

Penggunaan wastra atau kain tradisional sebagai busana kian diminati, bahkan menjadi tren fashion.

Baca Selengkapnya

Wakil Lampung dan Jawa Timur jadi Pemenang Putra Putri Tenun Songket Indonesia 2023

19 Desember 2023

Wakil Lampung dan Jawa Timur jadi Pemenang Putra Putri Tenun Songket Indonesia 2023

Putra Putri Tenun Songket Indonesia bertugas melestarikan dan mengembangkan wastra Nusantara.

Baca Selengkapnya

KemenKopUKM Kembangkan Model Bisnis Agregasi bagi Sektor Wastra dan Kriya

28 November 2023

KemenKopUKM Kembangkan Model Bisnis Agregasi bagi Sektor Wastra dan Kriya

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mengandalkan model bisnis agregasi untuk mengembangkan sektor wastra dan kriya.

Baca Selengkapnya

Museum Tekstil Ditutup Mulai 20 Oktober hingga 25 Desember 2023

18 Oktober 2023

Museum Tekstil Ditutup Mulai 20 Oktober hingga 25 Desember 2023

Bagi pengunjung yang ingin melihat koleksi kain di Museum Tekstil, sebaiknya datang kembali setelah 25 Desember.

Baca Selengkapnya

Semarang Fashion Trend (SFT) 2023 Kembangkan Keanekaragaman Wastra Jawa Tengah

16 Agustus 2023

Semarang Fashion Trend (SFT) 2023 Kembangkan Keanekaragaman Wastra Jawa Tengah

Semarang Fashion Trend yang diinisiasi Indonesian Fashion Chamber (IFC) Semarang Chapter diproyeksikan dapat melahirkan karya-karya terkini.

Baca Selengkapnya

3 Hari Menghidupkan Nostalgia Lintas Melawai 1980-an, Dimotori Helmy Yahya dan Denny Malik

25 Juli 2023

3 Hari Menghidupkan Nostalgia Lintas Melawai 1980-an, Dimotori Helmy Yahya dan Denny Malik

Suasana 1980-1990 akan dihadirkan kembali dalam acara Lintas Melawai yang dilangsungkan di kawasan Blok M. Namun sebelum kembali ke era tersebut, simak terlebih dahulu tren Lintas Melawai.

Baca Selengkapnya

Jangan Sembarangan Pakai Kain Ulos Batak, Ketahui Dulu Jenis dan Fungsinya

2 Juli 2023

Jangan Sembarangan Pakai Kain Ulos Batak, Ketahui Dulu Jenis dan Fungsinya

Seperti kain tradisional lain, kain ulos memiliki makna, jenis dan fungsi pemakaiannya. Tak bisa sembarangan memakai ulos.

Baca Selengkapnya

LIMOFF 2023 Libatkan Desainer Lokal dan ASEAN Angkat Wastra Lombok

29 Juni 2023

LIMOFF 2023 Libatkan Desainer Lokal dan ASEAN Angkat Wastra Lombok

Kerja sama LIMOFF dengan desainer ASEAN dilakukan dengan mengirimkan kain tenun dari NTB untuk didesain menjadi modesat fashion.

Baca Selengkapnya

Ali Charisma Gelar Peragaan Koleksi Spring-Summer 2024 di Toba Jou Jou

26 Juni 2023

Ali Charisma Gelar Peragaan Koleksi Spring-Summer 2024 di Toba Jou Jou

Ali Charisma menghadirkan koleksi busana siap pakai dengan menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan di Toba Jou Jou.

Baca Selengkapnya