JFFF 2019 Bawa Keindahan Kain Tenun dalam Busana Kekinian
Reporter
Tempo.co
Editor
Yunia Pratiwi
Jumat, 16 Agustus 2019 15:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta Fashion & Food Festival atau JFFF 2019 diawali dengan fashion show Cita Tenun Indonesia, di Ballroom Harris Hotel & Conventions Kelapa Gading, Jakarta, Kamis 15 Agustus 2019. Fashion show bertema Jalinan Lungsi Pakan ini memiliki makna benang yang disusun lurus secara vertikal (lungsi) dan sebagian lainnya disusun lurus secara horizontal (pakan) kemudian dijalin dengan teknik khusus menggunakan alat tenun melalui sentuhan para perajin.
Filosofi ini merepresentasikan cinta, semangat, kesabaran, ketekunan, serta nilai sejarah, dan estetika yang terkandung di dalam selembar kain tenun. “Jalinan Lungsi Pakan merupakan jalinan benang yang membentuk keindahan kain tenun sebagai salah satu wastra Nusantara, ujar Soegianto Nagaria, Chairman JFFF 2019 dalam keterangan pers. “Hal ini mencerminkan sinergi yang terjalin baik antara JFFF dan Cita Tenun Indonesia yang saling melengkapi satu sama lain dalam misinya memajukan industri mode Indonesia berbasis budaya Nusantara.”
Fashion show Cita Tenun Kali kali ini menampilkan desainer-desainer yang semuanya menggunakan kain tenun dari berbagai daerah di Indonesia. Di antaranya Eridani menggunakan tenun Sulawesi Tenggara, Yogie Pratama menggunakan kain tenun Sambas, Didi Budiardjo menggunakan kain tenun Tidore, serta pemenang Next Young Promising Designers tahun 2018 yakni Koko Rudi yang menggunakan kain tenun Bali dan tenun polos serta Enrico Marsall yang menggunakan kain tenun lurik dari Jawa Tengah.
Kain-kain tenun ini diolah menjadi sebuah karya mode yang modern sesuai tren terkini tanpa meninggalkan nafas budaya aslinya. Desainer Eridani menampilkan tema resort wear, dengan meramu kain yang berkesan tradisional dalam bentuk dan cutting yang lebar yang dipadu dengan potongan kontemporer serta aksen warna terang. “Selayang” adalah tentang nafas wastra yang modern, “ringan” , nyaman dan elegant.
Lain lagi desainer Yogie Pratama yang menampilkan koleksi busana beretma Break-Throughdition dalam balutan kain tenun Sambas dengan warna earth tone. Potongan garis tegas dan detail menonjol cocok digunakan oleh citra wanita interpretasi Yogie Pratama, yang percaya diri, sexy dan berani. Sementara desainer Didi Budiardjo berusaha menampilkan keindahan alam Tidore.
Sedangkan Enrico Marsall memadupadakan kain Lurik, yang sebenarnya cukup mudah ditemukan dan cukup terjangkau ini, dengan bahan-bahan yang umum dipakai masyarakat. Terutama kaum muda seperti denim, suede, linen, dan katun.