TEMPO.CO, Jakarta - Polah anak sering memicu kemarahan orang tua. Tak jarang orang tua mengajarkan kedisiplinan kepada anak dengan cara berteriak atau bersuara dengan nada tinggi. Jika kekesalan sudah memuncak, tak jarak orang tua menghardik anak dengan mengatakan, "Dasar anak nakal!" Celakanya, label anak nakal ini dapat membuat anak tidak percaya diri.
Menurut psikolog anak Diennaryati Tjokrosuprihatono, mengajarkan disiplin kepada anak tidak harus dengan berteriak. Fenomena ini memang sering kita temukan di rumah, di mana orang tua lebih suka berteriak saat menegur kesalahan anak.
Umumnya, anak usia 2-3 tahun mulai banyak bicara dan itu disebut masa ketika mereka ingin menyatakan bahwa mereka bukan bayi lagi. Saat itu anak mulai memilih melakukan kegiatan yang menyenangkan baginya, tapi orang tua menganggap itu menyulitkan. "Nah, inilah saat kita mendisiplinkan anak dengan cara yang tepat," ujar wanita yang biasa disapa Dieny Tjokro ini di Jakarta.
Ibu dari pembawa berita Tommy Tjokro itu menambahkan, cara yang tepat dalam menghadapi perilaku anak pada usia tersebut adalah mengikuti apa ingin dilakukan anak. Adapun cara untuk mendisiplinkannya adalah berbicara tegas kepada anak.
"Saat anak salah atau usil, orang tua harus bicara tegas," tuturnya. Jika anak menangis, biarkan saja. Itu bentuk mendisiplinkan anak. Setelah diam, baru Anda bicara dan katakan perilaku anak yang tidak disukai. Misalnya, “ibu tidak suka kamu memukul”.
Tegur anak, bukan mengatakan anak tersebut bandel, nakal, cengeng, dan sebagainya. "Karena itu bisa membuat mereka tidak percaya diri," ucap Dieny. Sebagai bentuk kedisiplinan kepada anak, jelaskan apa yang baik bagi mereka.
Anak, menurut Dieny Tjokro, juga mengerti apa yang dikatakan orang tua sehingga perlu banyak bicara dengan mereka. "Bukan menghardik atau berteriak. Sebaliknya, peluk mereka sebagai bentuk kasih sayang," katanya. TABLOID BINTANG