Menikmati Warung Teh Hongkong di Sudut Jakarta  

Reporter

Rabu, 19 Oktober 2016 11:00 WIB

Po Lim Cha Chaan Teng. instagram.com

TEMPO.CO, Jakarta - Akulturasi terjadi pada cha chaan teng, istilah Cina yang mengacu pada restoran teh di Hong Kong. Sebagai negeri yang pernah diduduki Inggris, teh merupakan bagian dari keseharian masyarakat Hong Kong. Namun, hingga pasca-Perang Dunia II, kebanyakan kedai teh hanya menyajikan makanan Eropa dan melarang warga lokal masuk.

Maka, pada sekitar 1950-an, mulai bermunculan cha chaan teng. Dengan harga terjangkau, target pasar mereka warga lokal. Perlahan, restoran teh menjadi bagian dari kehidupan warga Hong Kong, dan menyebar ke Taiwan, Makau, dan Cina Daratan. Mirip kopitiam buat orang Malaysia dan Singapura. Bahkan badan budaya PBB, UNESCO, menjadikan cha chaan teng warisan budaya pada 2007.

Teddy Taner, pebisnis asal Padang yang tinggal di Hong Kong antara 2007 dan 2009, jatuh hati pada cha chaan teng. Sehari, dia bisa tiga kali mampir di warung-warung teh di sana. Dia mengatakan, untuk menghemat biaya, cha chaan teng tidak menggunakan susu murni sebagai campuran teh ala Inggris, melainkan pakai susu kental manis atau evaporasi. "Mereka menyebutnya lai cha," ujarnya kepada Tempo.

Kerinduan Teddy pada lai cha bergelora saat dia kembali ke Tanah Air. Sayang, dia tidak menemukan rasa lai cha yang otentik di Jakarta. Maka, dia memilih mendirikan cha chaan teng-nya sendiri. Karena lokasinya di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, namanya jadi Po Lim Cha Chaan Teng.

Pengunjung ditemani lagu pop Mandarin, patung kucing emas pemanggil rezeki, serta deretan sofa yang juga berwarna merah. Tembok dipenuhi foto ikonik Kota Hong Kong, termasuk Stephen Chow dalam Lucky Guy. Di film komedi keluaran 1998 itu, Chow berperan sebagai pemilik kedai teh. Teddy sukses membangun suasana yang membawa kita "berpindah" ke satu kota perdagangan tersibuk di Asia tersebut.

Saya menyukai lai cha. Rasanya mirip teh tarik Malaysia dan chai tea Thailand, tapi lebih pahit. Rasa pahit itu datang dari bahan baku yang menggunakan teh hitam. Teddy mengatakan teh hitam--ia datangkan dari Taiwan, Sri Lanka, dan Cina--yang kaya kafein cocok diseruput sebagai penambah semangat kerja. Sayang, porsi es batu yang royal membuat lai cha cepat mencair dan berubah rasa.

Kami lebih terpikat oleh Champagne Yuen Yeung. Meski namanya champagne, tidak ada sampanye di gelas itu. Isinya perpaduan ciamik kopi, teh, dan susu. Penyajiannya unik. Yuen Yeung datang dalam kepulan asap. Namun, di bawah gelas kaca tanpa pegangan itu teronggok pecahan es dalam mangkuk.



Untuk mendapatkan rasa dingin Yuen Yeung, butuh kesabaran menunggu suhu es menjalar lewat gelas kaca. Namun, jangan khawatir, rasa Yuen Yeung terus terjaga meski jam telah bergeser lebih dari 30 menit sejak kedatangannya di meja kami. "Ini cocok untuk mereka yang suka kafein," kata Teddy.

Sayang, makanannya kurang menggigit. Crab Rangoon, pangsit goreng berisi krim keju bersalur daging kepiting, itu terlalu berat. Krim keju seolah bertabrakan dengan susu yang mendominasi di teh dan kopi. Walhasil, muncul rasa "mahteh". Ketimbang mubazir, kami meminta pelayan membungkusnya untuk dikonsumsi di lain waktu, saat efek susu dari lai cha dan Yuen Yeung mereda.

KORAN TEMPO

Berita lainnya:
Vitamin yang Dibutuhkan Wanita Berdasarkan Usia
Penjelasan tentang Vaping Vs Rokok Konvensional
Lagi, Ilmuwan Ingatkan Kaitan Garam dan Kematian

Berita terkait

Inilah 50 Restoran Terbaik Asia 2024

32 hari lalu

Inilah 50 Restoran Terbaik Asia 2024

Acara penghargaan restoran terbaik Asia ini diadakan pada Selasa malam, 26 Maret 2024 di Seoul di Grand InterContinental Seoul Parnas.

Baca Selengkapnya

PPKM Seluruh Indonesia Diperpanjang, Ini Daftar Lengkap Poin Aturannya

10 Mei 2022

PPKM Seluruh Indonesia Diperpanjang, Ini Daftar Lengkap Poin Aturannya

Terdapat beberapa poin penting dalam aturan terbaru mengenai perpanjangan PPKM se-Indonesia.

Baca Selengkapnya

Dinas Pariwisata Sebut Artis Top Dilarang Live Music di Restoran & Kafe, Sebab..

27 Agustus 2020

Dinas Pariwisata Sebut Artis Top Dilarang Live Music di Restoran & Kafe, Sebab..

Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta' Gumilar Ekalaya menjelaskan larangan mendatangkan artis top ke restoran & kafe.

Baca Selengkapnya

Asosiasi Restoran Amerika Rilis Pedoman Operasional Baru

30 Mei 2020

Asosiasi Restoran Amerika Rilis Pedoman Operasional Baru

Pedoman baru operasional restoran selama wabah corona ini berlaku untuk pemilik, pegawai, dan pengunjung.

Baca Selengkapnya

Uniknya Physical Distancing di Restoran, Pakai Topi Bersungut

18 Mei 2020

Uniknya Physical Distancing di Restoran, Pakai Topi Bersungut

Pengelola restoran berkreasi dengan tetap menerapkan physical distancing atau jarak antar-individu.

Baca Selengkapnya

Menikmati Nuansa Vintage di Legend Coffee Malioboro

18 Maret 2019

Menikmati Nuansa Vintage di Legend Coffee Malioboro

Legend Coffee, sebuah tempat kongkow asik di tengah Kota Yogyakarta, berdekatan dengan kawasan Malioboro.

Baca Selengkapnya

Hari Raya Imlek, Coba Menu Kantonis di Restoran Hakkasan

5 Februari 2019

Hari Raya Imlek, Coba Menu Kantonis di Restoran Hakkasan

Restoran Hakkasan bertempat di lantai 25 dan 26 Hotel Alila SCBD dan baru dibuka pada Jumat, 8 Februari 2019.

Baca Selengkapnya

Ketahui Rasa Gelato yang Rentan Mengandung Rum dan Alkohol

1 Oktober 2018

Ketahui Rasa Gelato yang Rentan Mengandung Rum dan Alkohol

Restoran Iceberg Caffe Pizza and Gelato ini sengaja menyesuaikan pakem rasa gelato dengan penduduk Indonesia yang sebagian besar muslim.

Baca Selengkapnya

Ngopi atau Ngeteh di Kafe Pinggir Danau

29 April 2018

Ngopi atau Ngeteh di Kafe Pinggir Danau

Belum dua bulan dibuka, keberadaan kafe di kawasan Sentul ini sudah diketahui banyak orang.

Baca Selengkapnya

Menikmati Kopi Racikan Barista Kopilot

21 April 2018

Menikmati Kopi Racikan Barista Kopilot

Kafe di Jakarta Timur mungkin belum semeriah di wilayah Jakarta lainnya. Namun berbahagialah warga setempat punya Kopilot di Cipayung.

Baca Selengkapnya