TEMPO.CO, Jakarta -Empat tusuk sate berukuran besar tersaji di tengah piring panjang. Asap masih mengepul dari sate empat rasa dan rupa itu. Satu tusuk sate ayam rasa teriyaki, sate ayam rasa orisinal, sate sapi rasa ekstrapedas, dan sate sosis rasa pedas. Di tiap sate yang ditaburi kacang wijen itu dituangkan secara zigzag mustard atau mayonnaise.
Sate ukuran super ini merupakan salah satu menu di restoran cepat saji Korea Selatan, Ccozi & Friends. Selain menu sate ala Negeri Ginseng, di restoran waralaba ini tersedia masakan-masakan populer Korea, seperti tok bo ki (kue beras), bulgogi, bi bimbap, ramyon (sejenis ramen), dan tentu saja kimchi.
Bedanya dengan restoran Korea lain yang tersebar di Jakarta, harga di menu Ccozi & Friends lebih ramah kantong, yakni di bawah Rp 50 ribu. "Kualitas sama tapi harganya terjangkau," ujar pemilik gerai di Indonesia, Woo Kyung-hee.
Sate ayam yang berjulukan Ccozi Chicken memiliki empat pilihan rasa: orisinal, teriyaki, pedas, dan ekstrapedas. Harganya Rp 18.500 per tusuk. Sate sapi atau Ccozi Beef menawarkan tiga pilihan rasa, yakni teriyaki, pedas, dan ekstrapedas dengan harga Rp 19.500 per tusuk. Begitu pula sate sosis atau Ccozi Sausage.
Bagi yang berharap dapat menikmati sate asli rasa Korea mungkin kecewa. Bedanya hanya pada rasa asam yang berasal dari mayonnaise sebagai pengganti bumbu kacang sate ala Indonesia. Selain itu, saat gigitan masuk, rasa taburan kacang wijen meruap bersama rasa mustard atau mayonnaise. Hanya sate teriyaki yang menggunakan topping mayonnaise.
Woo Kyung-hee membenarkannya. Untuk restoran di sini, ia menggunakan 30 persen bumbu asli Korea dan 70 persen bumbu Indonesia agar rasanya familiar. "Di Korea sana, rasanya tidak persis seperti di sini," katanya.
Woo Kyung-hee mengatakan, restorannya hanya menggunakan daging sapi impor dari Australia. Agar lemak daging luntur, ia memanggang daging di oven sebelum dibakar. "Biar kita tidak memakan banyak minyak," ujar perempuan yang sudah berdiam di Indonesia selama sepuluh tahun ini.
ISTIQOMATUL HAYATI