TEMPO.CO, Jakarta - Posisi apa yang paling diminati karyawan di kantor? Jika selama ini Anda berpikir jawabannya adalah bidang produksi atau penjualan dan pemasaran, tebakan Anda keliru.
Berdasarkan survei yang dilakukan Karir.com sepanjang Maret-April 2016 terhadap 18 ribu responden di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Makassar, diketahui 27 persen (4.800 orang) responden meminati bekerja di bidang sumber daya manusia (SDM). Jumlah tersebut mengalahkan bagian akuntansi sebanyak 18 persen, logistik 18 persen, dan teknologi informasi 13 persen.
Sedangkan bidang penjualan dan pemasaran, yang sering disangka sebagai bagian favorit, hanya dipilih 12 persen (2.160 responden). Mengapa tugas-tugas pemasaran dan penjualan kalah seksi dibanding bidang sumber daya manusia?
Chief Executive Officer Karir.com, Dino Martin menuturkan bidang SDM menjadi menarik belakangan ini karena tidak melulu berkutat pada masalah kekaryawanan. SDM, kata dia, di banyak perusahaan bonafide telah bertransformasi menjadi divisi yang juga bertanggung atas rencana bisnis perusahaan ke depan. Bagian SDM kini turut menilai apakah bisnis sudah berada di jalur benar, sehingga bisa memikirkan apa yang dibutuhkan oleh karyawan untuk mengembangkan perusahaan.
Jadi, tidak mengherankan jika banyak pemimpin bidang SDM dipegang orang-orang yang berasal dari bidang lain. “Contohnya, kepala SDM perusahaan British American Tobacco berlatar belakang general manager sales,” dia menyebutkan saat berkunjung ke kantor Tempo.
Baca Juga:
Survei juga menemukan, industri favorit para pencari kerja adalah industri teknologi informasi, yang dipilih 30 persen (5.400 orang) responden, disusul industri keuangan 23 persen (4.140 orang), retail 19 persen, energi 9 persen, dan manufaktur 9 persen. “Di masa lalu, industri keuangan termasuk perbankan paling menarik. Perubahan ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan industri IT,” ucap Dino.
Masih dengan responden yang sama, Karir.com mengajukan pertanyaan ihwal faktor-faktor di luar besarnya gaji yang menentukan orang betah bekerja di satu tempat. Hasilnya, 37,8 persen (6.660 orang) responden menyatakan akan betah jika lingkungan kerja membuat mereka nyaman.
Faktor berikutnya adalah jalur karier yang cerah. Faktor ini dipilih 37,3 persen responden. Kemudian kedekatan lokasi kerja dengan tempat tinggal sebanyak 13 persen dan kultur perusahaan 7,2 persen. Karyawan yang mengutamakan faktor lokasi mayoritas perempuan. “Jadi, jika perusahaan Anda bisa menyediakan lingkungan kerja yang nyaman dan karier yang baik, peluang mempertahankan karyawan 75,1 persen,” tuturnya.
Temuan lain yang menarik adalah jawaban responden atas impiannya dalam 10 tahun ke depan. Sebagian besar karyawan ternyata tidak ingin selamanya ingin menjadi pekerja. Sebanyak 53 persen dari mereka menjawab ingin mendirikan perusahaan sendiri. Hanya 25 persen yang menyatakan ingin menjadi profesional dan 17 persen berminat memimpin perusahaan.
Menurut Chief Marketing Officer Karir.com, Rizky Septiadi, sejumlah perusahaan telah bertransformasi seiring dengan masuknya generasi milenial (generasi Y dan Z). Generasi X berada di rentang usia 36–51 tahun, generasi Y 22–35 tahun, dan generasi Z kurang dari 22 tahun.
Transformasi itu antara lain dilakukan dengan mengubah jenjang karier melalui program akselerasi, memberikan fasilitas kantor yang nyaman dan menyenangkan, serta tantangan pekerjaan melalui kompetisi. "Generasi Z senang jika diberi tanggung jawab besar," katanya. Ia menunjuk contoh perusahaan besar yang berubah, antara lain Google, L’oreal, Coca-Cola, Bank BTPN, Mead Johnson, Tokopedia.com, dan Kaskus.id. "Cara berpakaian karyawan pun menjadi tidak selalu mengenakan kemeja," ucapnya.
Disebutkan Rizky, generasi milenial tertarik bergabung dengan perusahaan teknologi, disusul finansial, retail, energi, dan manufaktur. Adapun sektor industri dengan gaji favorit berada di perusahaan fast moving consumer good, gas dan minyak bumi, serta teknologi informasi.
Guru besar Universitas Indonesia sekaligus pemilik Yayasan Rumah Perubahan, Rhenald Kasali, mengatakan ciri unik generasi milenial adalah mengedepankan kebahagiaan. "Kadang-kadang mereka tidak peduli terhadap gaji tinggi dan fasilitas yang lengkap tapi kerja terkungkung seperti di penjara," kata Rhenald. Sebab, mereka berpikir, jika bahagia, mereka akan berumur panjang dan, kalaupun sakit, akan cepat pulih.
Kondisi ini berbeda bagi generasi Z dan baby boomers, yang lahir pada 1946–1964. Rhenald memberi contoh, ia hanya sekali pindah kerja, bahkan ayahnya dulu setia hanya pada satu perusahaan seumur hidupnya. "Anak-anak sekarang juga sukanya dengan bidang-bidang seperti desain grafis dan menjadi entrepreneur," ujarnya.
EFRI RITONGA
Berita lainnya:
6 Trik Cantik Pakai Sendok
Tempat Sebaran Kuman di Kantor, Waspadalah!
Benarkah Diet Dirancang untuk Gagal? Berikut Pendapat Pakar