TEMPO.CO, Jakarta - Arisan adalah salah satu agenda berkumpul yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, agenda ini sering dijadikan sebagai ajang silaturahmi mulai dari kaum biasa hingga sosialita. Namun, bagaimana jadinya jika arisan juga dijadikan sebagai ajang amal?
Dialah Novita Ikasari atau lebih dikenal dengan nama Lady Nabilla. Istri dari pengusaha ternama ini menggagas sebuah program arisan berbasis sosial bernama Peace & Love. Program yang telah ia tekuni sejak 6 tahun lalu pun kini memiliki 2.500 anggota di seluruh Indonesia dan telah diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Sosial.
Bagaimana awal mula terbentuknya arisan amal ini, siapa saja anggotanya, dan apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengelola arisan ini? Simak hasil wawancara Tempo bersama Lady Nabilla di kawasan TB Simatuapang, Jakarta Selatan pada Jumat, 16 Desember 2016:
Apa latar belakang Lady Nabila membuat arisan sosialita berbasis sosial?
Arisan berbasis sosial ini sudah berjalan sejak 6 tahun lalu. Sebelum Peace & Love terbentuk, setiap bulan kami arisan di mall, hotel berbintang, atau tempat lainnya yang jauh dari kata sosial. Lama-kelamaan aku sadar, ternyata kami sudah mengeluarkan uang berjuta-juta.
Pada saat itu, sebagai founder saya mencetuskan untuk mengadakan suatu arisan yaitu kocok di panti asuhan. Kebetulan saya waktu itu adalah bandar di 35 arisan sosialita di seluruh Jakarta. Saya berinisiatif kalau setiap arisan kita menyisihkan sekitar Rp 500 ribu per orang untuk dikumpulkan ke panti asuhan secara tunai. Kocok arisannya pun di panti asuhan.
Baca Juga:
Awalnya anggota hanya 20 orang saja. Walaupun sebelumnya bertentangan, di awal tahun pertama teman-teman sudah merasakan ada chemistry kami dengan anak-anak yatim. Bahkan ada teman yang sangat rindu sekali kalau sebulan enggak ke panti, mereka tanya 'kapan ke panti lagi?' Karena itu, akhirnya teman-teman berinisiatif untuk mengunjungi lima panti dalam satu bulan.
Kenapa tidak berbentuk charity saja?
Ini sebetulnya charity juga, tapi jadi rutin setiap bulan kami menyantuni mereka. Arisan inilah yang mengikat mereka untuk datang dan membuat mereka ingin datang karena ingin menang. Kalau tidak dibungkus dengan arisan, saya khawatir nantinya pada pertemuan kedua dan seterusnya mereka tidak datang. Berbagai macam cara saya lakukan agar mereka mau ikut. Bagaimana caranya membuat mereka tidak hanya menyumbang, tapi juga datang ke panti asuhan.
Panti asuhan adalah tempat yang wajib kami kunjungi. Kalau ada dana lebih, kami juga akan mengunjungi korban bencana. Beberapa lokasi bencana yang pernah kami kunjungi adalah Sinabung, Gunung Merapi, Garut, dan baru-baru ini ke Aceh.
Bagaimana mekanisme arisan sosial ini?
Arisan ini setorannya masing-masing Rp 2 juta, dan dari jumlah itu yang disumbangkan sebesar Rp 500 ribu atau sekitar 25 persen dari uang arisan. Saya bilang ke teman-teman, apapun yang kita dapatkan ada 2,5 persen hak mereka.
Anggota arisan ini terdiri dari suku, budaya, ras dan agama. Tidak ada kategori apapun untuk menyeleksi anggota. Kebanyakan anggota adalah Muslim dan Nasrani. Dengan begitu, setiap tahun kami memiliki charity akbar selama Ramadan dan Natal.
Apa tantangan yang dihadapi saat mengelola arisan sosialita berbasis sosial?
Banyak yang awalnya menilai ini vulgar dengan mengatakan, “jangan cari muka-lah!” Tapi bagi saya, ini tidak vulgar atau cari muka. Ini dari hati nurani. Tidak mungkin kita bersentuhan dengan anak yatim dan melakukan charity lainnya seperti mengunjungi korban bencana kalau bukan dari hati nurani?
Ada juga yang berpikir, terjun langsung ke panti asuhan atau tempat bencana itu jauh dari kesan glamor dan mereka menganggap menyumbang itu merupakan kegiatan yang mudah dan tak perlu datang ke panti atau lokasi bencana. Lagipula -lantaran sebagian besar anggota arisan ini adalah pemilik perusahaan, dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan sudah mencukupi untuk berderma.
Kemudian aku sampaikan, ada perbedaan signifikan jika kita berderma secara langsung dan bertemu dengan orang-orang yang membutuhkan. Ada satu barokah yang kita bawa ke rumah mereka, dan itu menjadi nilai plus. Jadi, cucilah hati kita sebulan sekali ke panti asuhan. maka hati menjadi tenang dan berkah.
DINI TEJA
Berita lainnya:
5 Tanda Kamu Masih Ingin Bebas dan Belum Pantas Menikah
Cerita Caren Delano Menata Gaya Syahrini, Agnez Mo, dan KD
Undangan Nikah, Natal, dan Tahun Baru, Makeup-nya Bagaimana?