TEMPO.CO, Jakarta - Fobia adalah rasa takut yang berlebihan pada sesuatu. Cara mengatasi berbagai jenis fobia pada dasarnya sama, baik fobia terhadap suasana gelap, air, api, ketinggian, maupun gempa.
Para psikolog lazimnya menggunakan psikoterapi yang disebut cognitive-behavioral therapy dengan metode desensitisasi sistematis. Metode ini mencoba mendekatkan klien dengan obyek fobia secara berangsur-angsur.
Ada pula teknik flooding yang disebut exposure treatment, yang ekstrem sebagai terapi bagi penderita fobia yang takut akan anjing (cynophobia). Caranya, si penderita dimasukkan ke sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat beberapa ekor anjing jinak sampai ia tidak ketakutan lagi.
Ada lagi teknik abreaksi. Caranya, si penderita fobia yang takut anjing dibiasakan dulu melihat gambar atau film tentang anjing. Jika dia sudah merasa tenang, dilanjutkan dengan melihat anjing yang sesungguhnya.
Mula-mula melihat dari jauh, kemudian perlahan-lahan semakin dekat. Jika prosesnya lancar, dapat dilanjutkan dengan memegang anjing. Jika fobianya hilang, si anak dapat mulai bermain dengan anjing.
Metode penanganan fobia di atas juga bisa diterapkan pada jenis fobia berikut ini.
1. Fobia terhadap gelap
Saat tidur malam, jangan biarkan kamar dalam keadaan gelap-gulita. Biarkan lampu di kamar tidur tetap menyala, tapi redup. Dan biarkan boneka (bagi anak perempuan) atau benda-benda kesayangan (untuk anak laki-laki) tetap menemaninya seolah sebagai penjaga.
2. Fobia terhadap dokter gigi
Izinkan anak membawa mainan saat datang ke dokter gigi agar merasa aman dan nyaman. Bisa juga dengan menyediakan mainan dokter-dokteran dan boneka sebagai pasiennya.
Ajak anak ke dokter gigi secara berkala untuk memeriksakan gigi, sehingga anak mendapat informasi tentang kesehatan. Dengan diterapkannya metode tersebut, lambat-laun ketakutan pada dokter gigi akan berganti menjadi kekaguman.
3. Fobia masuk sekolah (school phobia)
Dunia anak-anak adalah dunia bermain yang sangat indah, sehingga proses mendidik harus dilakukan dengan cara bermain. Hindari mendidik anak balita secara formal karena bertentangan dengan perkembangan perilakunya. Guru pun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak selalu bergantung pada orang tua atau pendampingnya.
Berita lainnya:
Makeup 10 Menit ala Kim Kardashian
Bersihkan Bantal dan Guling? Begini Caranya
Cara Bijak Menyampaikan Perceraian kepada Anak