TEMPO.CO, Jakarta -Gambaran anak kota besar tampak jelas pada sosok bocah laki-laki berusia 8 tahun itu. Tubuh gempal menandakan gizi yang lebih dari cukup, sedangkan matanya selalu tertuju pada gadget yang ia pegang. Ia memilih PlayStation Portable (PSP) ketimbang tablet dan telepon pintar karena game-nya lebih seru.
Ahad lalu merupakan momen langka bagi anak laiki-laki berambut cepak itu. Ayahnya, Eben Silalahi, mengajaknya mengunjungi Festival Ayo Main! Permainan Tradisional, di Museum Nasional, Jakarta Pusat. Si anak mengabaikan PSP-nya. Berlama-lama ia duduk bersila menghadap papan arena gasing. Tak henti-hentinya ia memusingkan pasak dengan tali sehingga terdengar bunyi nyaring dari putaran gasing.
"Baru kali ini ia menjumpai permainan tradisional karena dolanan ini tak umum bagi anak sekarang," kata Eben, 39 tahun. Ia menganggap agak sulit mengenalkan buah hatinya kepada permainan tradisional karena peer group anaknya jauh lebih dekat dengan gawai. "Saya was-was karena egonya semakin tampak."
Kegelisahan Eben cukup berdasar. Warga Rawamangun, Jakarta Timur, itu mengatakan lahan bermain di luar ruangan yang semakin sempit di kota metropolitan menjadi faktor tergerusnya popularitas dolanan jadul. Derasnya laju perkembangan teknologi ikut mendorong sang buah hati lebih akrab dengan PSP dibanding gasing, ketapel, gobak sodor, atau engklek.
Padahal, menurut Wita Mulyani, psikolog anak dari Klinik Mutiara Hatiku, permainan tradisional punya lebih banyak manfaat. "Gadget cenderung membuat anak jadi soliter, sedangkan permainan tradisional mengasah kemampuan sosial si anak," kata dia.
Selain itu, dolanan yang dimainkan secara berkelompok bakal mendorong anak belajar menyampaikan isi pikirannya dan menerima pendapat orang lain. Tidak jarang, hal itu memicu gesekan, sehingga sang anak dituntut untuk bernegosiasi dan mengelola konflik sejak dini.
Sederet manfaat permainan tradisional juga bisa dipetik sesuai jenis permainannya. Wita mengatakan bermain gobak sodor atau boy-boyan tak sekadar merangsang kemampuan motorik si anak. Dua jenis permainan itu menuntut anak merumuskan strategi secara berkelompok. "Logika anak jadi diasah," ujarnya.
Belum lagi bila permainan tradisional yang dimainkan sang buah hati melibatkan alat yang diambil dari alam, seperti kayu atau jeruk. Banyak dolanan yang memanfaatkan produk alam, seperti egrang, ketapel, dan perahu jeruk. "Anak akan punya kecerdasan naturalis yang membuatnya pandai membuat kategori dan definisi soal keragaman flora," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.
Tak perlu rumit memikirkan jenis permainan yang bisa diakses. Wita mengatakan cukup membawa anak-anak ke tanah lapang di sekitar rumah. Bisa juga mengagendakan pergi ke arena aktivitas luar ruangan sebulan sekali.
RAYMUNDUS RIKANG