TEMPO.CO, Jakarta - Mengunggah foto atau video di media sosial menjadi salah satu rutinitas baru di masa kini. Tak lengkap rasanya jika belum memotret makanan yang terhidang kemudian meng-upload-nya, sebelum bersantap. Tak lega juga jika belum selfie ketika berkumpul bersama teman atau saat penampilan sedang terlihat cantik. Baca: Anda Suka Berbohong di Media Sosial, Ini Kata Psikolog
Apakah mereka yang rajin mengunggah aktivitas di media sosial termasuk kecanduan atau sekadar terobsesi? Direktur Klinis Center for Internet Addiction Recovery, Kimberly Young, PsyD mengatakan masyarakat lebih banyak yang mengalami obsesi media sosial dibanding kecanduan.
Ilustrasi main ponsel.
"Baru bisa disebut kecanduan media sosial jika orang tersebut kerap memantau akunnya dan merasa senang ketika melakukannya," ujar Kimberly Young. "Jadi, disebut kecanduan jika otak mencari zat tertentu seperti dopamin atau serotonin agar muncul rasa bahagia." Baca juga: Ilmuwan Bikin Riset Soal Kebahagian di Media Sosial
Adapun orang yang terobsesi dengan media sosial, menurut Kimberly Young, salah satunya cirinya adalah memantau akun media sosialnya karena khawatir ketinggalan kabar atau berita. Obsesi mengunggah sesuatu atau mengecek media sosial muncul untuk mengurangi kadar kortisol atau adrenalin dalam tubuh.
Perbedaan lain yang cukup mencolok adalah orang yang kecanduan media sosial akan mengunggah foto atau video setiap saat, tanpa bisa membedakan apakah kontennya penting atau tidak. Mereka menjadikan media sosial sebagai pengalihan dari hidup dan akan merasa jengkel jika tidak bisa mengakesnya. Artikel terkait: Kecanduan Media Sosial Tak Baik bagi Kesehatan