TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang tahun baru Imlek, cheongsam merah mulai ramai diperdagangkan di pusat-pusat belanja. Kini cheongsam dikenal dengan busana panjang yang mengekspos lekuk tubuh perempuan dengan belahan rok tinggi. Padahal, "Tadinya cheongsam tidak body fit seperti sekarang," kata perancang busana Andreas Odang.
Andreas menceritakan, awalnya cheongsam dirancang dengan potongan lebar, sehingga sama sekali tidak menonjolkan lekuk tubuh pemakainya, dan sangat panjang sampai-sampai menutupi mata kaki. Karena itu, dalam bahasa Kanton, cheongsam berarti pakaian panjang.
Cheongsam mulai dikenal saat masa pemerintahan Manchu pada 1636. Busana itu dibuat dari kain sutra yang sangat mahal sehingga hanya para bangsawan atau perempuan berstrata tinggi yang bisa mengenakannya. Busana ini baru dikenal luas di seluruh daratan Cina pada 1919 sebagai lambang feminisme dan runtuhnya dinasti Qing.
Tahun berikutnya dianggap sebagai musim semi bagi cheongsam. Banyak perempuan mengenakan cheongsam yang dihiasi sulaman aneka motif pada lengan, ujung busana, dan kerah. Puncaknya terjadi pada 1929, ketika cheongsam ditetapkan sebagai busana nasional Cina, seperti halnya kebaya di Indonesia.
Sempat surut selama periode awal pemerintahan komunis menguasai Cina pada era 1950-an, pada 1960 busana ini kembali populer berkat film The World of Suzie, yang diadaptasi dari novel The World of Suzie Wong karya Richard Mason. Cheongsam yang menghiasi film tersebut terinspirasi oleh model cheongsam, yakni kelompok imigran Shanghai di Hong Kong.
Dalam film itu, aktris Nancy Kwan terlihat menawan -tepatnya menggoda, dengan busana berkerah tinggi khas cheongsam tapi berlengan pendek dan memperlihatkan lekuk pinggang serta dada. Panjang Cheongsam gaya baru ini hanya sedikit di atas lutut, dengan belahan samping kanan-kiri yang menunjukkan paha. Perlu dicatat bahwa karakter Suzie dalam film itu merupakan gadis penghibur.
Empat dekade kemudian, cheongsam menjadi milik dunia berkat film In the Mood for Love, yang dirilis pada 29 September 2000. Wong Kar-Wai, sang sutradara, membuat hingga 25 cheongsam yang didesain khusus untuk Maggie Cheung. "Penampilan Maggie dengan cheongsam yang sangat menawan membuat semua perempuan jadi ingin mengenakan busana yang sama," tutur Odang.
Maggie dalam film tersebut memerankan karakter Su Li-zhen, seorang perempuan mandiri dan cerdas. Cheongsam setengah betis dengan belahan samping sedikit di atas lutut yang dikenakannya rajin mengekspos lekuk tubuh.
Motif yang dibubuhkan di atas cheongsam tak melulu oriental. Dalam sebuah adegan, Maggie memakai cheongsam coklat dengan motif zig-zag. Sentuhan modern juga muncul lewat kombinasi warna dalam satu busana. Begitu populernya “cheongsam Maggie”, Odang menuturkan, sampai-sampai cheongsam yang dikenal saat ini merupakan modifikasi dari cheongsam dalam film berpenghasilan US$ 12,85 juta itu.
Meski demikian, menurut Odang, desain cheongsam masa kini sudah lebih atraktif. Desainnya lebih modern tapi tetap mempertahankan ciri khas cheongsam, berupa kerah tinggi yang tidak menyatu seperti halter neck.
Modifikasi cheongsam modern dapat dilihat di Main Atrium Senayan City dalam pameran yang dilaksanakan hingga 5 Februari 2017. Ada 10 karya desain dari 10 perancang busana, seperti Andreas Odang, Stella Rissa, Mel Ahyar, Hian Tjen, dan Sebastian Gunawan.
Odang menampilkan busana merah yang dipenuhi pita-pita kecil yang disusun sangat rinci menyerupai bulu ayam. “Karena ini memasuki tahun ayam api," kata dia. Material dasar busana tersebut adalah brokat.
Stella Rissa meniupkan napas modernitas lewat potongan body fit dengan cape panjang menjuntai. "Cape itu kain brokat dari Shanghai yang saya beli waktu liburan ke sana," kata dia. Busana karya Stella seolah menjadi kombinasi antara atasan dan bawahan. Padahal, ia mengadaptasi cheongsam klasik yang berkonsep one piece. Busana ini cocok untuk perempuan modern yang menginginkan busana multifungsi, yang tak hanya pantas dipakai saat Imlek.
Adapun Mel Ahyar menonjolkan busana longgar yang nyaman diajak beraktivitas. Ia membuat couture dress yang terinspirasi oleh Kaisar Wu Zetian. Gaunnya menampilkan embellishment yang diperindah oleh simbol ayam jantan yang melambangkan jiwa optimisme.
Pada lini busana dengan harga terjangkau, ada Minimal yang juga mengeluarkan edisi khusus Imlek. Meski tak ada kesan cheongsam dalam koleksi ini, suasana Imlek hadir lewat warna merah yang dihadirkan. "Koleksi ini terinspirasi oleh suasana tahun baru Cina yang identik dengan merah, tapi tetap dengan DNA Minimal," kata General Manager Minimal, Hesty Halim.
Koleksi ini bisa menjadi alternatif bagi perempuan yang ingin mengenakan busana Imlek selain cheongsam. Terdapat 12 look yang terdiri atas empat dress, tujuh atasan, dan satu celana. "Koleksi ini separuhnya sudah terjual lewat online, sehingga yang ada di offline store hanya separuh," kata dia.
DINI PRAMITA
Berita lainnya:
Ngobrol Cantik Bareng Ira Koesno
Tina Talisa Siap Tampil Sebaik Ira Koesno di Acara Debat
Anak Rewel di Depan Umum, Orang Tua Harus Bagaimana