TEMPO.CO, Jakarta - Bersepeda merupakan salah satu kegiatan yang asyik dilakukan saat liburan. Menyusuri pantai, menyambangi satu desa ke desa lainnya, sambil menghirup udara segar menjadi momentum yang menyenangkan. Tapi tentunya tak hanya pada waktu liburan. Luangkan waktu untuk bersepeda keliling kompleks setiap pagi atau boleh pilih seperti dilakoni banyak karyawan di perkotaan saat ini dengan mengusung bike to work.
Kini memang banyak orang, baik tua maupun muda, bersemangat mengayuh sepeda, membelah gedung-gedung pencakar langit dan jembatan yang membentang bak danawa di pusat kota. Tak peduli asap menerpa wajah atau keringat mengalir deras. Suara klakson dari ratusan kendaraan yang mengular panjang menjadi musik pengantar, bukannya pemantik emosi. Bunyi bel yang meraung-raung itu malah menjadi pemompa semangat.
Belakangan, tren bersepeda memang naik daun lain. Ke kantor, keliling kota, bahkan ke luar kota orang-orang ramai menggowes pedal. Komunitas pegiat ‘kereta angin’ bermunculan. Tempat parkir di perkantoran penuh dengan kendaraan roda dua tak bermotor tersebut.
Kali ini alasannya bukan buat gegayaan. Orang, terutama yang tinggal di kota-kota besar, mulai jenuh dengan kepadatan lalu lintas. Alternatifnya, selain beralih ke moda transportasi umum, ya naik sepeda. Apalagi, sepeda memang merupakan alat untuk menunjang kebugaran.
Martin Rasmussen, peneliti dari University of Southern Denmark, bersama rekan-rekannya mengungkapkan bersepeda baik untuk tubuh dan mampu menangkis gejala diabetes tipe 2. Itu disimpulkan dalam penelitian Rasmussen yang melibatkan 52.513 responden, yang terbagi atas 24.623 laki-laki dan 27.890 perempuan. Mereka berusia antara 50-65 tahun.
Dari data yang diperoleh, orang-orang berusia lanjut yang tergolong rutin bersepeda setiap pekan ternyata kecil kemungkinan terserang penyakit diabetes tipe 2. “Hasil penelitian menunjukkan, orang yang rutin bersepeda memiliki risiko 20 persen lebih kecil terserang diabetes tipe 2 dibandingkan dengan yang tidak bersepeda,” ujar Rasmussen, seperti dilansir dari Xinhua.
Fakta ini lantas diterbitkan dalam jurnal PLOS Medicine. Artikel di dalamnya menyebut, bersepeda dipilih sebagai alternatif buat orang yang ingin bugar, tapi tak punya banyak waktu luang. Semisal, kalangan pekerja di kota yang tak sempat berolahraga setiap hari.
Jenna Panter dan David Ogilvie, peneliti dari University of Cambridge turut menyuarakan kampanye bersepeda dan menuliskannya dalam jurnal tersebut. Mereka berasumsi, kegiatan ini bakal menjadi metode yang tepat untuk menurunkan angka pengidap diabetes tipe 2. Sementara itu, terkait dengan durasi waktu, tak perlu memaksakan diri mengayuh sepeda hingga berjam-jam. Cukup 15-30 menit per hari, maka beragam manfaat akan dirasakan tubuh.
Lantas, apa saja yang wajib dilakukan sebelum gowes? Cek rinciannya sebagai berikut:
1. Mengecek kondisi sepeda
Jangan sampai ban dalam keadaan gembos atau kekurangan angin. Cek juga rantai dan bagian lain. Hindari celaka di jalan karena kesalahan teknis.
2. Tidur cukup
Bersepeda butuh tenaga ekstra, jadi keadaan tubuh harus fit. Pastikan tak begadang bila esoknya ingin menggowes.
3. Asupan karbohidrat dan nutrisi lain harus komplet
Beraktivitas fisik memang perlu tenaga lebih. Untuk menghindari tubuh lemas, pastikan asupan gizi terpenuhi.
4. Gunakan helm dan perlengkapan keselamatan
Meski menunggang kendaraan tak bermotor, kecelakaan mungkin saja terjadi sewaktu-waktu. Jadi, kenakan peranti keselamatan untuk mengantisipasinya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Berita lainnya:
5 Sikap Wanita yang Jadi Sinyal Cinta buat Pria
Berolahraga dengan Kursi di Kantor, Simak Gerakan Berikut
Cerita Caren Delano Menata Gaya Syahrini, Agnez Mo, dan KD