TEMPO.CO, Jakarta - Istilah humblebrag atau seni kerendahan hati palsu mulai diperkenalkan tahun 2010 oleh komika asal Amerika, Harris Lee Wittels.
Ketika itu ia sedang menyoroti tingkah laku kebanyakan selebriti cantik dan kaya Hollywood yang mencoba tampil seperti rakyat biasa. Namun, kini humblebrag tidak sebatas pada tingkah laku. Posting-an di media sosial pun termasuk. Pamer terselubung ini banyak beredar di media sosial. Baik itu dalam bentuk status maupun unggahan foto.
Ini contoh humblebrag:
“Kebiasaan perfeksionis ini kadang menyiksa.”
“Capek banget bolak-balik Indonesia-Jepang, Tapi namanya juga kerjaan, mau gimana lagi.”
“Diseret paksa ke tempat ini (foto restoran mewah lengkap dengan hidangan yang wah).”
Trio peneliti dari Harvard Business School di tahun 2015 pernah membuat sebuah penelitian untuk mencari dampak humblebrag terhadap interaksi manusia. Seperti dikutip dari artikel Study: On social media, nobody likes the ‘humblebrag’ yang dirilis BetaBoston, hasil dari penelitian tersebut, kalimat yang mengungkapkan kesombongan ternyata jauh lebih disukai.
Berita lainnya:
Agar Diri Tak Dicap Tukang Pamer di Medsos, Begini Caranya
Media Sosial Bisa Bantu Sukseskan Karier, Ini Buktinya
Cara Bijak Menggunakan Media Sosial
Orang-orang mungkin akan lebih respek pada ungkapan pamer yang gembira di media sosial semacam, “Tidak ada yang berani menyentuh meja si perfeksionis” atau “Asik, gara-gara kerjaan bisa ke Jepang lagi” atau “Ternyata diajak ke tempat ini sama si Dia (foto restoran mewah lengkap dengan hidangan yang wah).”
“Bahkan kalimat mengeluh masih lebih baik dari humblebragging, karena setidaknya terdengar tulus,” kata salah satu penulis, Ovul Sezer.
Lebih jauh dari hasil penelitian, humblebraggers yang sudah dibenci ini bahkan semakin tidak disukai ketika mereka dengan sadar diri mengidentifikasi diri sebagai bagian dari pelaku humblebrag. Misalnya, dengan selalu menyertakan tagar humblebrag pada posting-an mereka.
Sezer mengatakan, mengingat media sosial salah satu alat mempromosikan diri, terlepas apapun kepentingan Anda, maka sebaiknya digunakan secara bijak. “Cara terbaik mempromosikan diri adalah dengan menjauhi sifat itu (humblebragging),” ujar Sezer.
Jangan sampai kita menjadikannya kebiasaan atau bahkan berbangga melakukannya. “Atau biarkan orang lain yang melakukannya untuk Anda,” kata Sezer.