TEMPO.CO, Jakarta - Lamang tapai menjadi salah satu primadona makanan untuk berbuka puasa. Lihat saja antusiasme konsumen di Pasar Bendungan Hilir dan Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat. Bukan apa-apa. Selain rasanya segar, hidangan ini tergolong langka, hanya nongol saat Ramadan.
Lamang tapai merupakan jajanan tradisional asal Sumatera Barat. Bahan dasarnya beras ketan. Di Padang, satu sentra penjualannya ada di Jalan Ahmad Dahlan, Alai. Belasan gerobak lamang tapai berjejer di satu ruas utama kota tersebut.
Denni, penjual, menguraikan cara membuatnya. Pertama, rendam ketan putih selama dua jam. Lalu cuci bersih. Kemudian siapkan bambu berukuran sekitar 50 sentimeter. Masukkan daun pisang ke dalam bambu tersebut. "Jangan lupa menggunakan daun pandan biar harum," ujarnya. Lalu masukkan ketan. Selanjutnya, tuangkan santan yang telah dicampuri vanili, sekitar satu setengah gelas.
Supaya ketan matang sempurna, bambu harus melalui tiga posisi pemanggangan. Awalnya, nyaris tegak. Setelah ujung bambu berubah warna, miringkan. Posisi terakhir adalah rebah. Total pemanggangan sekitar 1,5 jam.
Untuk membuat tapai alias tape, kukus ketan hitam selama satu setengah jam. Setelah tidak ada panas sama sekali, taburi ketan dengan ragi yang telah dihancurkan menjadi bubuk. Bungkus dengan daun pisang. "Endapkan selama satu hari satu malam," kata Denni.
Kini, lamang tapai siap dihidangkan. Keluarkan ketan putih dari bambu, iris sesuai dengan porsi yang diinginkan, siram tapai. Satu batang—biasanya jadi sekitar 50 potong—dihargai Rp 50 ribu. Sedangkan tapai dijual Rp 5.000 per bungkus. Perbandingannya, satu bambu butuh tiga bungkus tape. "Enak. Karena manis dan bercampur asam," tutur Yogi, pembeli.
ANDRI EL FARUQI (PADANG)
Berita lainnya:
5 Cara Selfie ala Dian Sastro
Alasan Anak Muda Gemar Berfoto Selfie
Pria Idaman Tiba-tiba Menjauhi Anda? Mungkin Ini Sebabnya