TEMPO.CO, Jakarta -Soal aksesori, sebagai besar penikmat mode sudah mengenal nama Rinaldy Arviano Yunardi. Pria yang akrab disapa Yungyung itu merupakan satu-satunya desainer aksesori asal Indonesia yang diakui sebagai coutourier oleh Asian Coutoure Federation.
Selama dua dasawarsa di panggung mode bergengsi tingkat nasional dan internasional, Yungyung telah melahirkan ribuan karya masterpiece yang bernilai seni tinggi dengan napas eksentrik dan out of the box yang menjadi karakternya.
Sepanjang perjalanan kariernya itu pula, karya-karya apik dari tangan Yungyung mengalami transformasi ide kreatif yang cukup signifikan. Semuanya terangkum dalam pameran aksesori 20 Years Rinaldy A. Yunardydi Jakarta.
Jajaran aksesori yang dibuat pada awal kariernya merefleksikan bagaimana Yungyung gemar berkreasi menggunakanwirecutalias alat potong lembaran akrilik untuk menerjemahkan rekaman visual yang ada di benaknya.
Aksesorinya didominasi oleh motif-motif sulam gaya era Victoria, yang kerap dilihatnya saat masih bekerja di bawah almarhum Kim Tong; perancang busana pengantin kenamaan pada dekade 1980-an.
"Saya tidak mudah menyerah. Gagal coba lagi, sampai berhasil. Saya juga tidak mudah berpindah ide. Satu ide yang sudah dikunci di kepala akan saya perjuangkan mati-matian sampai ide itu terwujud, meski terkadang membuat tabungan saya ludes," tuturnya.
Karya pertamanya adalah sebuah tiara, yang menjadi ketapel kariernya sebagai perancang aksesori langganan para desainer papan atas. Tiara pula yang mengantar awal perkenalannya dengan desainer Didi Budiardjo dan Sebastian Gunawan.
Menurut Yungyung, kedua perancang berpengalaman tersebutlah yang kerap memaksanya untuk terus mengkreasikan hal-hal baru. Dari sanalah, lantas, muncul ide-ide untuk membuat kalung, gelang, cincin, headpiece, serta aksesori pendukung busana lainnya.
Kebiasaannya untuk berkreasi di luar batasan itu pula yang mencetak karakteredgydan eksentrik pada karya-karyanya. Tampak, setiap aksesori buah tangannya selalu kental akan detail yang sangat rumit dan konsisten.
Aksesori buatan Yungyung kerap kali dibuat dari bahan-bahan tidak biasa, hasil berburu di flea market. Konsistensinya dalam membuat aksesori semakin terlihat setelah berkenalan dengan pengamat mode, almarhum Muara Bagdja.
"Membuat konsep dan berkarya untuk diri sendiri merupakanstatement, mengeluarkan apa yang ada dalam benak dan hati. Saya dapat berpikir sebebas-bebasnya. Saya bisa bereksperimen seluas-luasnya. Itu modal terbesar saya," imbuhnya.
Selain bermain dengan material akrilik, Yungyung dikenal gemar bereksperimen dengan bahan kawat,paper clay, ijuk, tali, bulu, kertas, rambut, kayu, dan eksplorasi material-material tidak biasa lainnya.
Kekayaan unsur material yang digunakan dalam membuat aksesori itulah yang membuat karya-karyanya terkesan rumit dan extravagant. Tidak jarang, karya-karya Yungyung terkesan tidak lazim dan terlalu eksentrik untuk penggunaan konvensional.
Sejak 2000, pascaperagaan tunggal Heaven on Earth, Yungyung mulai memainkan material khas Indonesia untuk karya-karyanya. Pada 2002, dia menciptakan koleksi Sedimentation yang menggunakan unsur bebatuan alam dari dalam negeri.
Karya-karya masterpiece lainnya terangkum dalam koleksi Cakra Manggilingan pada 2008 dan The Lady Warrior pada 2015. Setiap koleksi memiliki karakternya masing-masing dan tingkat kerumitan detailnya sendiri-sendiri.
Menurut Yungyung, dia tahu kapan aksesorinya harus tampil sebagai ratu panggung dan kapan harus bertindak sebagai pendukung yang supportif bagi karya desainer lain, bahkan dari generasi yang lebih muda darinya.
"Dalam koleksi terbarunya yang diluncurkan tahun ini, Yungyung kembali meleburkan unsur etnik ke dalam karya-karyanya. Saya begitu menikmati tiap perubahan penanganan dari segi teknik untuk pengembangan dan kemajuan dunia desain yang saya cintai," ujarnya.