TEMPO.CO, Jakarta - "Poyeng Community Space: Selesaikan Dulu Belanja Anda Sebelum Bersantai di Atas :)," demikian pengumuman di samping anak tangga Poyeng Knit Shop di Jalan Bantul, Yogyakarta. Kios milik Ajeng Galih Sitoresmi ini menyediakan bahan, peralatan, dan barang jadi khusus rajut. Tak cuma menjual bahan, Poyeng—panggilan Ajeng—juga mengajari teknik merajut di lantai 2 secara cuma-cuma.
Kios di Jalan Bantul itu sebenarnya adalah gerai kedua Ajeng. Toko pertamanya terletak 200 meter di sebelah utara Monumen Jogja Kembali. Perempuan asal Sragen, Jawa Tengah, ini bersemangat menambah lapak karena tak ingin kesulitannya belajar merajut dialami remaja perempuan saat ini. “Gerai kedua ini untuk menjangkau pelanggan di Yogyakarta bagian selatan," kata perempuan 29 tahun tersebut.
Ajeng masih ingat, dia baru bisa tuntas belajar merajut saat duduk di semester VIII jurusan ilmu komunikasi Universitas Gadjah Mada. Padahal dia ingin menguasai ilmu itu sejak SMP, saat masih rajin membaca manga alias komik Jepang. Sebab, dalam setiap manga, kata Ajeng, “Pasti ada cewek merajut baju buat kekasihnya. Saya penasaran mau belajar.”
Pada 2008, sebuah kelompok rajut asal Bandung, Tobucil, menggelar pelatihan gratis. Ajeng pun mendaftar. Sayang, kursus cuma berumur beberapa pekan. “Ada pelatihan rajut di Yogyakarta, tapi gurunya sudah sepuh,” ujar Ajeng. Kalau tidak sepuh, ya, tarifnya mahal. Namun Ajeng nekat bahkan berani memberi les rajut keliling hanya dari hasil kursus kilat Tobucil.
“Korban” les rajut Ajeng awalnya adalah teman-teman kampusnya. Ia sambangi teman-teman kampusnya dengan sepeda motor di kos masing-masing. Kardus tempat benang dan jarum rajut bertengger di jok belakang. Saat itu, Ajeng cuma menginginkan orang tertarik merajut agar dia punya komunitas. Timbal baliknya, teman-teman Ajeng mempromosikan lesnya di media sosial, dan tentu saja, mengganti ongkos beli bahan rajut.
Baca Juga:
Niat mengajari teman-teman kampus itu ternyata “melenceng”. Sebab, nama Ajeng makin tenar dan ia memutuskan membuka gerai untuk menjual jarum dan benang rajut di dekat Monumen Jogja Kembali pada 2011. "Yang dipegang Ajeng pasti jadi bernilai," tutur Baskara, suaminya. Baskara menikahi Ajeng setahun setelah gerai Poyeng yang pertama berdiri.
Kini, omzet Poyeng lebih dari Rp 50 juta tiap bulan. Gerai Poyeng pun bisa dikatakan sebagai penyedia bahan rajut paling lengkap di area Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dari obsesi merajut untuk cinta, Poyeng pun sukses meraup laba.
AYU PRIMASANDI