TEMPO.CO, Jakarta - Persalinan dengan operasi Caesar semakin banyak. Beberapa faktor penyebab kenaikan ini antara lain perubahan demografi penduduk ibu hamil seperti obesitas, diabetes, hipertensi, usia lanjut, dan teknik reproduksi berbantuan.
Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan di India, Aruna Muralidhar, operasi caesar tergolong operasi besar yang dilakukan untuk melahirkan bayi ketika persalinan pervaginam dianggap tidak aman baik bagi ibu atau bayinya atau ketika persalinan tidak berjalan sesuai rencana. C-section melibatkan beberapa langkah, termasuk sayatan melalui kulit dan struktur di bawahnya; rongga perut dibuka; sayatan dibuat pada rahim di segmen bawahnya; bayi dikeluarkan dan akhirnya, lapisan dijahit lagi satu demi satu.
Setelah operasi Caesar dan keluar dari rumah sakit, ibu dan bayi diminta untuk menindaklanjuti setelah 7-10 hari pertama dan antara minggu ke-6-8.
Banyak pasangan yang menunda kehamilan berikutnya karena khawatir tentang risikonya. Sebab, setiap luka di tubuh membutuhkan waktu untuk sembuh. Misalnya, luka pada kulit biasanya membutuhkan waktu sekitar 7 hari untuk sembuh. Proses penyembuhan melibatkan beberapa perubahan seperti pembekuan, peradangan, pembentukan kolagen, dan fibrosis jaringan.
Waktu penyembuhan berbagai jaringan bervariasi. Misalnya, otot membutuhkan waktu 2-4 minggu dan tulang rawan membutuhkan waktu sekitar 12 minggu.
Setelah operasi caesar juga, luka pada kulit sembuh segera dalam waktu 2 minggu. Namun, otot rahim mengalami banyak perubahan regeneratif dan perbaikan untuk jangka waktu yang lebih lama. Integritas bekas luka juga tergantung pada banyak faktor. Wanita yang telah menjalani beberapa operasi caesar cenderung memiliki bekas luka yang lebih lemah.
Para peneliti telah menemukan bahwa jika kehamilan berikutnya terjadi dalam 24 bulan atau 2 tahun setelahnya, ada risiko ruptur uteri yang lebih tinggi selama kehamilan atau saat persalinan. Karena itu, kehamilan sebaiknya direncanakan setelah dua tahun.
Ruptur uteri adalah peristiwa bencana yang terjadi baik selama persalinan atau dalam kehamilan di mana bekas luka memberi jalan dan bayi dapat keluar dari dalam rahim ke dalam rongga perut. Hal ini dapat menyebabkan pendarahan internal yang deras pada ibu dan kematian bayi.
Untungnya, komplikasi ini jarang terjadi pada frekuensi yang diperkirakan sekitar 0,2-3,8 persen. Risiko ruptur meningkat dengan interval antar kehamilan yang lebih pendek yaitu kurang dari 24 bulan.
Pada wanita yang mencoba melahirkan pervaginam setelah operasi caesar, pasangan harus diberi konseling mengenai risiko yang terlibat selama persalinan seperti ruptur uteri, peningkatan risiko perdarahan yang memerlukan transfusi, dan risiko infeksi.
Risiko operasi caesar elektif berulang juga meningkat. Risiko utama adalah infeksi, pendarahan berlebihan yang mungkin memerlukan transfusi darah, kerusakan kandung kemih, usus, dan ureter (saluran yang menghubungkan ginjal ke kandung kemih), dan peningkatan risiko ibu yang membutuhkan perawatan intensif.
Salah satu risiko penting yang dapat terjadi dengan operasi caesar berulang adalah spektrum akreta plasenta (PAS). Di sini, implantasi plasenta terlalu dalam ke dinding rahim dan gagal berpisah setelah melahirkan. Ini dapat menyebabkan risiko serius seperti perdarahan yang berlebihan dan mungkin memerlukan pengangkatan rahim jika tidak dapat dikendalikan.
Jadi, pasangan yang menginginkan kehamilan berikutnya setelah operasi caesar harus segera konsultasi mengenai berbagai pilihan pengendalian kelahiran sehingga interval antar kehamilan yang optimal dapat dicapai. Lebih baik lagi mengunjungi dokter kandungan untuk mendiskusikan rencana sebelum pembuahan.
TIMES OF INDIA
Baca juga: Ingin Hamil di Usia Menjelang Menopause, Ini Tips Kesuburan dari Dokter
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.