TEMPO.CO, Jakarta - Penyebab meningkatnya berat badan tidak hanya berasal dari faktor makanan atau hormonal, tetapi juga faktor psikologis yang mendukung. Stres dan berat badan merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.
Hal tersebut terjadi karena peran hormon kortisol yang berperan sangat signifikan dalam hubungan antara stres dan kenaikan berat badan. Lantas, bagaimana penjelasannya?
Dilansir dari Very Well Mind, peningkatan hormon stres kortisol dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Hal ini karena setiap stres, kelenjar adrenal dalam tubuh melepaskan adrenalin dan kortisol. Otak merespons stres sebagai ancaman sehingga hormon kortisol bersama dengan adrenalin, yang terdiri atas efinefrin dan norepinefrin meresponnya, sebagai ‘lawan atau lari’.
Kondisi ini menstimulus glukosa (sumber energi utama tubuh) lepas menuju ke dalam aliran darah. Pelepasan glukosa ini merupakan respons tubuh guna memberikan energi kepada tubuh untuk menghadapi stres.
Setelah stres mereda, adrenalin akan habis dan lonjalan gula darah menurun. Namun, hal ini tidak berlaku bagi hormon kortisol. Kadar kortisol dalam tubuh tetap meningkat dalam waktu cukup lama. Hormon kortisol bekerja keras untuk mengisi energi tubuh yang hilang ini.
Melansir dari Medicine Net, kadar kortisol yang tinggi ini tetap meningkat secara terus-menerus di dalam tubuh, terlebih ketika seseorang mengalami stres kronis.
Hormon kortisol memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, salah satunya menyediakan energi bagi tubuh. Kortisol mampu merangsang metabolisme lemak dan karbohidrat secara cepat serta merangsang pelepasan insulin dan pemeliharaan kadar gula darah. Hal ini memicu peningkatan nafsu makan tubuh.
Karena itu, stres kronis atau stres yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan peningkatan kadar kortisol. Hal ini bisa merangsang nafsu makan sehingga terjadi penambahan berat badan atau kesulitan menurunkan berat badan yang tidak diinginkan.
Melansir dari WebMD, stres dan peningkatan kortisol juga bisa menyebabkan penumpukan lemak di daerah perut daripada di pinggul. Penumpukan lemak ini telah disebut sebagai "lemak beracun" karena penimbunan lemak perut sangat berkorelasi dengan perkembangan penyakit kardiovaskular, termasuk serangan jantung dan stroke.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca juga: Delapan Kiat Mengelola Stres
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.