TEMPO.CO, Jakarta - Menyusui merupakan salah satu hal natural dari seorang ibu. Namun, prosesnya bisa menjadi sulit jika tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Nisa Fathoni, menyarankan para wanita mencari informasi dan membekali diri mengenai menyusui sejak masa kehamilan.
Dokter bergelar International Board of Certified Lactation Consultants (IBCLC) itu mengatakan salah satu informasi yang perlu diketahui saat hamil adalah mengenai kapan ASI keluar. Melalui siaran pers, Rabu, 11 Agustus 2021, Nisa yang berpraktik di Brawijaya Hospital Saharjo itu menjelaskan, proses laktogenesis yakni persiapan pengeluaran ASI dimulai sejak 16 – 22 minggu. Namun, hormon progesteron menahan ASI untuk tidak keluar terlebih dahulu sebelum bayi lahir. Setelah bayi lahir dan hormon progesteron turun barulah ASI dapat keluar.
ASI baru keluar di fase laktogenesis kedua yaitu kurang lebih 20 – 30 jam pasca-persalinan. Pada dasarnya ASI baru akan keluar ketika ada rangsangan isapan bayi, jadi ibu jangan panik dan sedih terlebih dahulu jika ASI tidak langsung keluar.
Menurut Nisa, ketika hamil dan menyusui tubuh ibu pun menyesuaikan tahapan tersebut.
Dari sisi produksi, jumlah ASI yang keluar pada awalnya memang cenderung lebih sedikit, karena menyesuaikan kapasitas lambung bayi yang baru lahir yang dapat menerima cairan sebanyak 5 – 7 ml. Namun seiring dengan bertambahnya usia dan kebutuhan anak, produksi ASI pun terus bertambah.
Begitu pula dengan frekuensi pemberian ASI. Pada bayi usia 0-6 bulan, sebaiknya berikan ASI sesuaikan dengan siklus dan kapanpun bayi membutuhkan, namun biasanya 8-12 kali dalam sehari. Setelah enam bulan, bayi disarankan mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI).
Informasi yang perlu juga ibu tahu mengenai menyusui yakni perbedaan foremilk dan hindmilk. Seperti dikutip dari siaran pers Mothercare, foremilk ialah ASI yang keluar di awal sesi menyusui, kaya akan laktosa, rendah lemak dan memiliki konsistensi yang cair. Sedangkan hindmilk yakni ASI yang keluar di saat sesi menyusui akan berakhir, mengandung lebih banyak kalori dan lebih kental. Meski sedikit berbeda, keduanya memiliki peran yang sama pentingnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi si Kecil.
Ada pula mitos bahwa ibu dengan flat nipple tidak dapat menyusui. Pernyataan ini dapat dipatahkan dengan menggunakan metode AMUBIDA yang merupakan akronim dari Areola sebagian besar masuk dan bagian atas lebih terlihat dari bagian bawah, Mulut bayi terbuka lebar, Bibir terpuntir keluar dan Dagu bawah menempel ke payudara ibu.
Dari sisi alat untuk menunjang menyusui, ibu bisa memanfaatkan alat pumping untuk pemberian ASI yang maksimal. Menyusui secara langsung memiliki banyak manfaat salah satunya membangun bonding antara ibu dan anak. Namun, ada beberapa situasi yang mengharuskan Ibu memompa ASI demi membantu menjaga kelancaran proses menyusui.
Terakhir, gunakan bra menyusui yang nyaman dan berkualitas. Bra khusus menyusui memang terlihat hampir sama dengan bra pada umumnya. Namun, bra menyusui dapat memberikan kenyamanan dan dukungan bagi payudara yang semakin besar dan sensitif selama menyusui.
Baca juga: Ibu Menyusui yang Positif Covid-19 Boleh Menyusui, Simak Tipsnya