TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang berpendapat jika pernikahan telah melewati usia 5 sampai 10 tahun maka sudah berhasil melewati fase kritis pernikahan. Namun tak sedikit pula yang berpendapat jika lamanya usia pernikahan juga tak menjamin akan terbebas dari fase kritis.
Lantas, pada tahun ke berapa persisnya fase kritis pernikahan itu sebenarnya bisa terjadi? Psikolog Klinis Mufliha Fahmi mengatakan titik kritis dalam pernikahan terjadi saat ada perubahan, tapi pasangan atau salah satunya mengalami hambatan dalam beradaptasi dengan perubahan. Semakin perubahan itu siginifikan, semakin terasa ujian pernikahan.
Fase kritis sulit ditentukan dalam hitungan waktu sebab menurut Mufliha ketahanan setiap pasangan dalam menghadapi perubahan berbeda-beda. Selain itu tidak diketahui perubahan yang signifikan terjadi dalam sebuah rumah tangga. "Kata kuncinya ada di adaptasi dan kerjasama. Selama pasangan mampu bekerjasama dan beradaptasi, perubahan-perubahan itu mestinya bisa dilalui aja, sih," ucapnya kepada Tempo.co, Rabu 3 Juni 2020.
Perubahan yang dimaksud Mufliha mulai dari kehadiran anak, lalu masuk sekolah, anak dan meninggalkan perubahan. Pasangan berganti pekerjaan, melanjutkan pendidikan, kehadiran orang baru dalam sebuah keluarga, pensiun, sampai penurunan kesehatan.
"Perubahan apa pun yang terjadi berpotensi menjadi fase kritis pernikahan, fase yang menentukan apakah biduk pernikahan itu oleng atau semakin melaju ke depan. Dan, perubahan-perubahan ini bisa terjadi pada tahun ke berapa pun pernikahan seseorang," ucapnya.
Fase kritis pernikahan adalah kondisi saat seseorang dan pasangannya mengalami kesulitan dalam mengelola perubahan-perubahan itu. Bagaimana pun, setiap perubahan menuntut adaptasi, dan proses ini tidak pernah ada yang nyaman. Tak semua orang bisa mulus beradaptasi dengan perubahan.
Ketika fase kritis tersebut berhasil diatasi, apakah kemudian pernikahan menjadi lebih mudah dijalani? Bisa ya, bisa tidak. Jawabannya tergantung pada sifat perubahan yang terjadi. Jika perubahan itu tingkat kesulitannya di bawah fase kritis sebelumnya, maka adaptasinya akan lebih mudah. Tapi, jika tingkat kesulitannya di atas fase kritis sebelumnya, maka kita masuk dalam fase kritis yang baru.
Perubahan kerap terjadi sepanjang pernikahan. Sebab itu, setiap pasangan harus siap menghadapi dari fase kritis satu ke fase kritis lainnya. Pernikahan Anda yang menyebalkan hari ini, belum tentu menyebalkan di hari esok. Pernikahan Anda yang menyenangkan hari ini, belum tentu menyenangkan juga di lain waktu.
Sementara untuk meminimalisir fase kritis Mufliha menekankan pentingnya kesiapan dan kedewasaan dalam pernikahan. "Misal, seorang suami memutuskan resign dari pekerjaan dan memulai bisnis baru. Jika isteri support dan siap menghadapi kondisi ini, tentu konflik rumah tangga bisa diminimalisir. Tapi, kalau isteri enggak setuju dan enggak percaya sama suami, tentu akan memicu konflik yang bisa saja berujung pada fase kritis," ujarnya.