TEMPO.CO, Jakarta - Wabah Ebola kembali muncul di Afrika. Kali ini, wabah menyerang warga di Wangata, Mbandaka, Provinsi Equateur, Republik Demokratik Kongo. Menteri Kesehatan Kongo, Eteni Longondo, pada Senin, 1 Juni 2020, mengumumkan empat orang meninggal karena Ebola di kawasan tersebut.
Ebola adalah salah satu penyakit yang sangat menular dan mematikan. Terlebih jika sudah mewabah di lingkungan yang belum terlindungi. Penularan Ebola datang dari kelelawar buah sebagai pembawa virus Ebola alami.
Ebola menular ke manusia lewat kontak langsung dengan darah, sekresi, organ, atau cairan tubuh lainnya di hewan yang sudah terinfeksi. Selain kelelawar buah, gorila, simpanse, monyet, antelop, hingga landak porcupine.
Ketika seorang manusia sudah terkena Ebola, maka penularannya juga sama: lewat kontak langsung dengan cairan tubuh, darah, dan lainnya. Benda yang sudah terkontaminasi seperti pakaian, handuk, atau sprei juga bisa menjadi media penularan.
Bahkan, ketika seseorang berada di puncak penyakitnya – sekitar lima hari pascainfeksi – 1/5 sendok teh darahnya saja bisa membawa 10 miliar partikel Ebola.
Di Afrika, penularan juga kerap terjadi pada petugas medis yang menangani pasien Ebola. Selain itu, prosesi pemakaman orang yang tewas akibat Ebola juga berkontribusi terhadap penularan Ebola.
Selain beberapa contoh di atas, hubungan seksual juga bisa menjadi penyebab penularan Ebola. Selama virus Ebola masih ada dalam darah, masih ada kemungkinan menularkan penyakit ke orang lain.
Bagi pria yang telah sembuh dari Ebola, perlu dilakukan tes air mani selama tiga bulan hingga hasilnya negatif. Sebelum dinyatakan negatif, sebaiknya hubungan seksual dihindari.
Pada periode transisi setelah sembuh hingga dinyatakan negatif Ebola, survivor penyakit mematikan ini harus menjalani hidup sehat dengan selalu mencuci tangan dengan sabun di air mengalir.
Penyakit ini sangat mematikan. Gejala awal Ebola serupa dengan malaria, yaitu demam tinggi, nyeri otot, sakit kepala, dan radang tenggorokan. Pada kasus-kasus tertentu, bisa terjadi pendarahan internal dan eksternal.
Bagi yang sudah sembuh sekalipun, virus Ebola masih mengendap di dalam mata, sistem saraf pusat, testis, plasenta bagi ibu hamil, hingga ASI bagi ibu menyusui.
Sebenarnya yang mematikan bukan virusnya, melainkan sistem kekebalan tubuh manusia. Saat terinfeksi virus Ebola, imun tubuh bereaksi destruktif terhadap tubuh. Pembuluh darah menjadi lemah dan rentan bocor.
Namun jauh sebelum itu, virus Ebola telah menggerogoti kekebalan tubuh manusia. Itulah mengapa Ebola bisa jadi begitu mematikan.
Virus ini menyerang interferon yang bertugas memberi sinyal bagi tubuh ketika ada ‘penyusup’ dalam tubuh. Ebola membajak proses pelaporan interferon ini dengan menempelkan protein sehingga messenger tak bisa masuk ke sel.
Akibatnya, imun tubuh tidak menyadari ada ancaman Ebola, dan virus bebas berkeliaran menghancurkan tubuh.
Kemudian, darah akan menekan keluar lewat pori-pori dan lubang lainnya di tubuh.
WHO menyebut Ebola bisa menewaskan 70% orang yang terinfeksi. Kunci untuk mengendalikan penyebarannya adalah kesadaran lingkungan untuk bersama-sama mencegah penularan.
Wabah penyakit Ebola pertama kali menyebar di desa-desa terpencil Afrika Tengah yang letaknya dekat dengan hutan tropis pada 1976. Dua wilayah yang terkena adalah Nzara, Sudan Selatan, dan Yambuku, Republik Demokratik Kongo. Titik kedua ini tidak jauh dari Sungai Ebola, tempat asal mula nama penyakit ini.
Sejak saat itu, wabah Ebola 2014-2016 adalah yang terbesar dan paling kompleks sejak pertama kali muncul empat dekade silam. Wabah Ebola menyebar semakin jauh menyeberangi perbatasan hingga ke Sierra Leone dan Liberia.