TEMPO.CO, Jakarta - Siklus menstruasi rata-rata berlangsung selama 28 hari. Namun, kadang-kadang terjadi ketidakteraturan yang bisa disebabkan oleh kondisi kesehatan seperti endometriosis atau sindrom ovarium polikistik (PCOS). Tetapi di masa pandemi virus corona, banyak juga wanita yang mengalaminya gangguan siklus menstruasi karena stres.
Menurut sebuah jajak pendapat terjadap 5.677 wanita di Inggris yang dilakukan oleh dokter kandungan Anita Mitra, seperti dikutip Independent.co.uk, Ahad, 17 Mei 2020, gangguan siklus haid ini cukup umum. Ketika ditanya apakah wanita telah melihat perubahan dalam siklus menstruasi atau gejala hormon selama lockdown, lebih dari setengah (65 persen) responden menjawab ya.
Riset juga dilakukan di Twitter, ratusan wanita bingung mengapa menstruasi mereka tiba-tiba menjadi lebih buruk, lebih menyakitkan, atau kurang teratur. Tetapi mengapa ini terjadi?
Sebuah studi pada tahun 2017 terhadap para siswa di Universitas Cambridge mengungkapkan sepertiga dari siswa kehilangan waktu selama ujian dan saat-saat lain dengan kecemasan tinggi. Perubahan umum yang mungkin dialami perempuan sebagai akibat dari stres termasuk melewatkan jadwal menstruasi atau mengalami periode yang lebih berat dan / atau lebih ringan - seperti yang dilaporkan wanita dalam penelitian Dr Mitra.
Selama pandemi corona, banyak hal yang mengubah hidup, mulai dari ketidakstabilan keuangan, isolasi sosial, dan kesulitan psikologis. Dampak pada siklus menstruasi tidak mengejutkan, kata Leila Frodsham, konsultan ginekolog untuk Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.
“Pandemi virus corona tidak yang terhindarkan mengakibatkan stres dan kecemasan bagi sebagian besar populasi. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa wanita dapat mengalami perubahan pada siklus menstruasi mereka, dengan stres yang berpotensi menyebabkan ketidakseimbangan hormon dalam tubuh,” katanya.