TEMPO.CO, Jakarta - Berada di daerah berbahaya atau jarang pulang ke rumah sudah jadi hal biasa bagi Debryna Dewi Lumanauw. Itu merupakan bagian dari risiko yang dia hadapi sebagai relawan dokter kegawatdaruratan atau emergency.
Kini, perempuan 28 tahun itu bergabung menjadi dokter relawan Covid-19 yang bertugas di Wisma Atlet Kemayoran, rumah sakit darurat yang khusus menangani pasien terinfeksi virus corona. Tugas ini dia jalani di tengah peringatan Hari Kartini, 21 April.
Ia mengakui, isu gender sering kali muncul ketika menjalani profesinya. Menjadi dokter yang kerap bersinggungan dengan risiko bahaya sering kali dianggap tak biasa bagi perempuan. Sebab, medan yang ditempuh sering kali membutuhkan fisik yang kuat.
"Profesi kemudian dilihat dari atribusinya, misalnya dokter perempuan, padahal di lapangan kondisi dan kenyataannya sama saja, tidak memandang lelaki dan perempuan, semua berkontribusi. Jadi jangan pernah takut melakukan apa yang Anda percaya," kata Debryna yang ditemui Tempo.co pada Maret lalu.
Debryna merupakan alumnus Universitas Maranatha Bandung. Sejak menjadi asisten dokter, ia sudah membuat komunitas yang sering mengadakan bakti sosial keliling. Begitu lulus pun dia memilih internship ke daerah. Baktinya sempat terpotong ketika dia melanjutkan studi di luar negeri, pada 2017 kembali lagi keliling Indonesia.
Ketika Covid-19 menjadi bencana di Indonesia, Debryna juga tak mau ketinggalan. Dia mendedikasikan diri untuk menangani pasien, baik pasien dengan pengawasan atau PDP maupun yang positif terinfeksi virus corona.
"Kalau di Wisma Atlet, pasien sesuai kriteria yang bisa masuk. Mereka harus menelepon dulu ke 119, saya tidak bisa memberi saran medis secara langsung karena tidak menangani itu, tapi kalau kontak 119 akan dipandu langkahnya seperti apa," ucap Debryna di sesi Instagram Live Mommiesdaily, Senin, 20 April 2020.
Selama menangani pasien Covid-19 di Wisma Atlet, Debryna menjalani dua pekan masa kerja dan dua minggu libur. Dua minggu libur, dia menjalani karantina di rumah. Saat melakukan live Instagram ini, dia sedang off sebelum tiga hari lagi memasuki zona merah.
Sebagai bagian dari tenaga medis, Debryna juga mengingatkan agar kita selalu menjaga daya tahan tubuh. Cara yang dilakukan paling pertama menurut dia ialah dimulai dari pikiran dan psikososial (keadaan di luar kita) dan yang kedua ini paling susah untuk dijaga.
"Jadi mesti berusaha positive thinking dulu, sebab menurut penelitian penyakit yang timbul karena pikiran lebih banyak daripada kurang vitamin atau minum jamu misalnya. Jangan sampai misalnya secara fisik dijalankan tapi abai sama pikiran," kata dia.
Debryna menjadi dokter emergency tidak memiliki tujuan khusus, dia memang sudah menyukainya. "Saya merasa kalau di lapangan lebih berguna dan langsung dibutuhkan segara. Bisa mempraktikkan apa yang saya punya untuk mereka yang membutuhkan," ucap Debryna.
Pada 2017, rantai bencana terjadi di beberapa daerah dan dia memutuskan untuk bergabung dengan Badan SAR Nasional atau Basarnas yang menjadi dokter relawan menolong korban bencana. Tak sedikit pengalaman yang ia temukan selama ikut dalam tim Basarnas, salah satunya saat ia bertemu dengan pasien yang berada di pelosok desa dan dipisahkan oleh gunung.
"Selama ini di pelosok daerah kerap menjumpai ibu hamil yang jauh dari akses layanan medis termasuk USG. Perjuangan mereka luar biasa untuk menjaga kesehatan termasuk kandungan lebih baik," ungkap Debryna.