TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah langka dan mahalnya alat pelindung diri atau APD dan masker di pasaran akibat penyebaran virus corona Covid-19 yang semakin meluas, sejumlah pihak bahu membahu membantu para tenaga medis dan sesama yang membutuhkan. Tak hanya dari skala besar seperti industri tekstil dan unit mikro kecil menengah, warga peroarangan pun turut andil dalam kerja serentak mengatasi pandemi corona. Salah satunya sebuah itikad tulus dari Puteri Indonesia 2006, Agni Pratistha.
Perempuan kelahiran 8 Desember 1987 ini berinisiatif menjahit sendiri masker kain dan didedikasikan untuk anak-anak yang membutuhkan. Insiartif ini berawal dari pengalamannya dengan anak pertama Rudra Arka Monoarfa yang mengalami alergi, baik alergi debu, lebah, dan tungau jadi sering batuk pilek. Terlebih saat sang buah hati terkena penyakit kawasaki, seringkali tubuhnya menjadi drop.
"Jadi aku sering pakaikan masker dari kecil kalau aktivitas keluar rumah. Nah aku beli masker buat anak-anak itu selalu di Jepang. Karena memang anak-anak kecil di Jepang dibiasakan untuk pakai masker kalau sedang tidak enak badan," kata Agni kepada Tempo.co melalui aplikasi pesan singkat, Selasa 31 Maret 2020.
Saat pandemi corona ini, Agni Pratistha menyadari masker untuk anak sangat minim. Ia pun mencoba membuat masker dari kain-kain yang dia koleksi setiap bepergian. "Jadi aku punya kebiasaan beli kain-kain lucu 1 meter setiap jalan-jalan eh ternyata gampang. Aku pasang tali karet khusus masker sehingga lembut kalau dikaitkan di kuping anak," ujar ibu tiga anak ini.
Pertama kali membuat masker, Agni mencoba buat 4 ukuran, yaitu untuk bayi, balita, anak-anak dan dewasa. Lalu dia mencoba produksi lebih untuk dibagikan kepada anak-anak yang membutuhkan. "Ternyata DM (direct message) di Instagram aku penuh dengan anak-anak yang memang membutuhkan sekali masker," imbuhnya.
Agni Pratistha bercerita dari pesan itu ada anak yang ayah ibunya terpaksa berkerja jadi harus menitipkan anaknya di rumah nenek dan bolak balik naik KRL, ada anak yang mau tidak mau harus dibawa naik motor ketika ibunya jualan makanan, dan banyak anak-anak penderita kanker dan kelainan bawaan yang mengharuskan mereka ke rumah sakit di tengah wabah ini.
"Jadi aku yang awalnya bagi-bagi sedikit kelebihan hasil jahitanku, ingin jahit lebih banyak lagi. Sampai aku berpikir untuk jahit seterusnya untuk anak-anak di bangsal anak ataupun yang membutuhkan sehari-hari," ungkapnya.
Semua masker ini dibagikan gratis oleh Agni. Ia ingin membantu dengan apa yang bisa dilakukan di masa pandemi ini. "Aku bisa jahit jadi rasanya ingin berbagi berkah ke orang lain saja. Aku tahu bentuknya tidak sempurna karena aku bukan penjahit professional, tapi setidaknya ini tulus. Dari ibu untuk ibu," paparnya.
Sebelum memutuskan berani memberikan masker, Agni Pratistha berdiskusi dengan adik sepupunya, Panji Utomo, seorang Dokter Bedah Jantung yang sedang sekolah kedokteran di Taiwan. Terutama tentang pemilihan bahan kain apa yang dianjurkan, cara membagikan masker kain, dan lainnya.
Sementara untuk teknik menjahit, Agni mengaku terbiasa menjahit sejak memiliki anak. Terutama untuk kostum, baju harian sampai kalau perlu merapihkan yang rusak. "Untuk belajar menjahit aku belajar dari buku, youtube dan latihan sendiri saja, kain motif gemes koleksi aku pribadi, untuk lapisan dalamnya aku beli . Makanya sekarang sudah habis dan toko-toko kain banyak yang tutup. Pusing jadinya," lanjut adik Sigi Wimala ini.
Semua masker kain itu Agni menjahitnya sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga proses pembuatannya cukup lama. "Waktu kosong aku hanya jam 05.00 - 06.00 dan jam 20.00 - 21.00. "Jadi pas anak-anak berjemur, aku suka colongan gunting kain. Pas anak tidur siang dan lagi enggak rewel aku colongan mengukur karet, pas anak-anak anteng main sama papanya aku colongan refill benang," ucapnya mengakhiri perbincangan.