TEMPO.CO, Jakarta - Wabah corona menyebabkan beberapa kebutuhan dasar untuk pencegahan penyebaran virus seperti hand sanitizer, masker dan antiseptik, langka di pasaran. Tak sedikit yang mencoba membuat hand sanitizer sendiri di rumah lalu menjualnya kembali.
Hal ini mendorong Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atau FKUI melalui Departemen Kimia Kedokteran melakukan pembuatan hand sanitizer secara mandiri yang kemudian diberi nama Kimi Hand Care. Inisiatif ini menurut Dekan FKUI Dokter Ari Fahrial Syam sebagai upaya merespon banyaknya warga masyarakat yang melakukan percobaan pembuatan mandiri hand sanitizer.
"Awalnya inisiatif dari rekan-rekan di Departemen Kimia, sebab di lapangan banyak dokter dan perawat yang kekurangan stok hand sanitizer. Jadi yang sebelumnya hanya dibuat untuk kalangan terbatas akhirnya kami memberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang membutuhkan," ucap Ari dalam konferensi pers daring melalui saluran YouTube, Jumat 20 Maret 2020.
Ari menyarankan agar masyarakat tidak asal membuat dan menjualnya sendiri tanpa konsultasi dahulu. Sebab bahan yang digunakan termasuk kategori bahan kimia yang memiliki aturan khusus dalam penggunaannya agar tetap aman.
"Kalau merujuk standar menggunakan alkohol dengan kadar 96 persen murni sebab virus corona bisa mati dalam waktu 1 menit jika kontak dengan alkohol. Nah apakah yang membuat bisa menjamin jika kandungan alkoholnya standar," ujarnya.
Sebab itu pihaknya tidak menganjurkan membuat hand sanitizer sendiri, karena dalam proses merumuskan komposisi hitungannya jika tidak sesuai bisa menimbulkan risiko. "Membuat hand sanitizer ada standarnya, jika masyarakat tak memiliki pengetahuan khuhsus lebih baik tidak membuat sendiri. Kita bisa berbuat hal lain mislanya mending kampus yang memiliki laboratorium kimia untuk bekerja sama membuat," pungkas Ari.
EKA WAHYU PRAMITA