TEMPO.CO, Jakarta - Depresi pasca melahirkan atau post partum depression terjadi pada sekitar 15 persen ibu, menurut laman Healthline. Kondisi ini merupakan masalah kesehatan yang serius. Ibu yang mengidapnya bisa mengalami perubahan suasana hati yang parah, kelelahan, dan rasa putus asa yang parah. Dalam kondisi tertentu, kondisi ini bisa membahayakan ibu dan bayi.
Sayangnya, tak banyak ibu yang menyadari kondisi ini. Rasa depresi dianggap wajar, apalagi dibarengi dengan kesibukan mengurus bayi.
Hal itu pernah dialami Azani Fitria, bidan yang yang juga seorang pre and post natal corrective exercise specialist di The Good Prana Studio, Summarecon, Bekasi.
Ani, saapan Azani, mengatakan tak menyadari kondisinya sampai suatu saat dia ditemukan sedang berusaha menyakiti anak dan dirinya sendiri. “Saat itu aku ditemukan sama keluarga dan tetangga dalam keadaan tidak sadar di dalam kamar yang penuh dengan asap, menurut mereka sempat ada api,” kata Ani yang ditemui di Bekasi beberapa waktu lalu.
Itu adalah puncak dari depresi yang dialami Ani. Dia mengaku tidak pernah menyadari kondisinya sampai suatu saat mengikuti tes prikologi untuk sebuah pekerjaan. Pakar yang menangani tes psikologi itu menyadari ada hal yang tidak beres dengan kesehatan mental Ani dari hasil tesnya. Akhirnya dia mengikuti sesi wawancara dengan psikiater dan diminta menceritakan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Psikiater menylimpulkan Ani mengalami post partum depression.
“Post partum itu bukan sesuatu yang bisa ditebak-tebak, untuk mendiagnosis post partum harus oleh profesional,” ujar dia.
Akibat depresi pasca melahirkan, Ani sempat mengalami insomnia parah, padahal keesokan paginya dia harus kembali bekerja. Akibatnya, dia makin stres, lelah, dan depresinya bertambah parah. “Saya sampai dikasih treatment obat-obatan oleh dokter,” kata dia.
Psikolog anak dan keluarga dari Tiga Generasi Sashkya Aulia Prima mengatakan kondisi seperti ini kadang-kadang tidak bisa dijelaskan sehingga sering kali tidak disadari oleh ibu setelah melahirkan. Namun, ibu harus waspada mengalami depresi pasca-melahirkan ketika mengalami beberapa tanda.
“Ciri-ciri kita membutuhkan bantuan karena kesehatan mental kita bermasalah adalah ketika semua fungsi hidup kita menurun. Kita jadi susah makan, nggak punya appetite atau kebanyakan makan tapi nggak kenyang-kenyang,” kata Sashkya, yang ditemui di Jakarta.
Tanda lainnya adalah sulit tidur, seperti yang dialami Ani. Selain itu sulit menyelesaikan pekerjaan apa pun dan hubungan sosial dengan suami atau teman jadi berantakan karena tiba-tiba mudah marah.
“Ketika semua fall apart, itu berarti ibu butuh bantuan profesional. Karena mungkin ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan sendiri karena tidak sadar,” ujar dia.
Ia mengatakan, jika mood ibu selalu buruk dalam jangka waktu tidak sampai dua minggu, bisa jadi itu hanya stres. Tapi jika sudah lebih dari dua minggu atau bahkan berbulan-bulan, itu sudah disebut depresi pasca melahirkan. Jika sudah lewat dari enam bulan, disebut parental burn out, yaitu kondisi di mana ibu merasa gagal sebagai orang tua. Kondisi ini akan mempengaruhi tumbuh kembang anak dan dampaknya bisa muncul saat dewasa.