TEMPO.CO, Jakarta - Pelecehan seksual bisa menjadi trauma bagi siapa pun yang mengalaminya. Itu juga dialami Hannah Al Rashid. Untungnya, aktris berdarah Indonesia – Prancis ini tidak sampai trauma. Ia justru menjadikan pengalamannya sebagai gerakan positif agar hal serupa tidak terjadi pada perempuan lain.
Perempuan 33 tahun ini mengaku sering mengalami pelecehan seksual, dari verbal sampai fisik. Salah satu yang tidak pernah ia lupakan adalah ketika ia berkuliah di sebuah universitas negeri di Yogyakarta sebagai bagian dari program pendidikannya di School od Oriental and African Studies, Inggris. Dia bercerita, di dekat kampusnya ada seorang laki-laki yang memang dikenal sering melakukan pelecehan pada orang asing. Dia juga sudah mendapat peringatan dari orang lain.
“Pernah saya lagi duduk, dia gesture-nya vulgar banget. Habis itu saya langsung berdiri, ‘Woy, kalau mau kenalan duduk sini.’ Orangnya langsung nunduk malu, habis itu nggak pernah ketemu lagi di kampus,” kata Hannah saat berkunjung ke Gedung Tempo, Jakarta, untuk mempromosikan film terbarunya, Ratu Ilmu Hitam, Selasa, 8 Oktober 2019.
Pelecehan yang ia alami tidak hanya itu. Menurut Hannah, hampir setiap kali ia jalan sendiri, ia selalu mengalami pelecehan verbal.
“Saya ngalamin pelecehan di jalan pernah. Tiba-tiba lagi jalan pulang bokong digrepe, dada digrepe, oleh orang yang naik motor. Melihat cowok yang masturbasi di ruang publik di depan saya pernah dua kali, bahkan siang bolong pernah,” kata dia.
Menurut dia, pelecehan merupakan salah satu bentuk diskriminasi gender yang banyak terjadi di Indonesia. Sebagian besar perempuan di Indonesia pernah mengalaminya, tapi tak banyak yang menyadari karena sudah dianggap biasa.
Pelecehan yang pernah dialami membuat Hannah merasa tidak bisa diam. Sebab, dia tidak ingin teman-teman atau perempuan di mana pun mengalami hal yang sama dengannya.
Sulitnya, kata dia, di Indonesia hal ini bukan hanya dianggap hal biasa. Masyarakat cenderung menyalahkan perempuan jika ia menjadi korban pelecehan.
“Saya sadar, kita nggak mungkin bisa dapat solusinya kalau kita nggak menganggap ada masalah dengan ini. Mereka harus diedukasi, kita harus empower perempuan supaya mereka tidak akan dihujat kalau mereka bicara,” kata dia.
Hannah pernah menuliskan pengalamannya dan dimuat di sebuah majalah daring. Dari situ ia mendapatkan banyak dukungan. Sejak itulah ia mulai aktif membicarakan masalah ini kepada aktivis yang kini jadi teman sekaligus gurunya.
“Ini pengalaman buruk, jangan sampe jadi sesuatu yang traumatik sampai saya nggak bisa menjalani hidup. Pengalaman buruk ini harus saya jadikan movement yang positif, makanya saya cukup aktif,” kata Hannah Al Rashid.