TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang yang baru bekerja di Jakarta mengeluhkan kerasnya hidup di ibu kota. Beban sewa tempat tinggal, uang transportasi, biaya kebutuhan sehari-hari, dan ongkos gaya hidup tidak murah. Jika tidak pandai-pandai mengatur keuangan, bisa jadi para pekerja milenial akan menghabiskan uang mereka untuk hal yang sia-sia, bahkan bisa berujung utang.
Menurut konsultan media sosial Jonathan End, kuncinya ada pada perencanaan keuangan jangka panjang. Hanya saja, para pekerja milenial yang hidupnya tak pernah jauh dari teknologi dan media sosial cenderung memiliki karakter terburu-buru dan impulsif sehingga tidak memiliki perencanaan untuk jangka panjang.
Baca juga:
Mengapa Remaja Harus Belajar Pengelolaan Keuangan?
"Adanya media sosial seperti Instagram, lalu di dalamnya ada para influencer, tentu bisa memicu para milenial untuk bisa menjadi seperti mereka, sehingga mempengaruhi gaya hidup dan malah menjadi impulsif," kata Jonathan.
Pria yang juga aktif membagikan konten seputar anggaran di Instagram itu menambahkan bahwa, gaya hidup impulsif seperti slogan YOLO (You Only Live Once) hingga maraknya budaya minum kopi bersama kolega seusai bekerja, membuat pekerja muda tidak sadar bahwa telah mengeluarkan uang demi hal-hal kecil yang bukan prioritas.
"Bayangkan saja, gaji misalnya 5 juta, es kopi sekali beli 30 ribu, dikalikan saja selama 20 hari kerja, sudah berapa uang yang terbuang demi itu saja? Padahal kebutuhan kita, gol kita bukan itu," jelas Jonathan.
Menyampingkan hal-hal impulsif seperti membeli es kopi dan nongkrong bersama kawan mungkin terasa berat di era yang menuntut eksistensi diri di lingkaran pertemanan dan media sosial ini sehingga banyak milenial yang memaksa diri untuk terus terlihat tanpa memikirkan hal lain yang lebih penting.
Rekomendasi Jonathan bagi para pekerja milenial agar pemasukannya tidak terbuang sia-sia adalah memulai untuk melakukan perencanaan keuangan, melihat apa prioritas utama yang harus dipenuhi.
Artikel lain:
Rencanakan Keuangan Selagi Muda dengan Empat Cara Berikut
"Jadi, misalnya golku adalah punya rumah sendiri di umur sekian, aku harus bisa memperhitungkan berapa persen dari gajiku untuk ditabung demi gol itu tadi," ujarnya.
Namun, tujuan jangka panjang seperti rumah, mobil, hingga liburan ke luar negeri agar dapat dicapai tentu membutuhkan waktu yang tak singkat. Terlebih, karakter tergesa-gesa yang terbentuk di generasi ini kerap membuat mereka tidak sabaran dan malah menyerah untuk gol tersebut.
"Benar-benar harus niat dan komitmen dengan diri sendiri. Harus mau bersusah payah dulu di usia muda, biar ke depannya bisa menikmati jerih payah itu," tuturnya.