TEMPO.CO, Jakarta - Resah karena merasa kurang update gara-gara tidak online sehari atau sering bingung ingin mengunggah apa lagi di media sosial? Hal-hal semacam itu tampaknya wajar karena budaya bermedia sosial atau kebiasaan menggunakan internet yang sudah terlanjur melekat.
Padahal, jika perasaan ketinggalan berita atau tren terkini semakin sering kita rasakan, bisa jadi kita mulai terkena gejala FOMO atau Fear of Missing Out. Istilah FOMO pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan asal Inggris bernama dr. Andrew K. Przybylski.
Baca juga:
Penderita Gangguan Kejiwaan Juga Butuh Empati
Media Sosial Sebabkan Gangguan Mental, Jangan Kecanduan
Gangguan kejiwaan yang mendorong keinginan seseorang untuk mengikuti tren terkini secara berlebihan ini muncul seiring dengan tumbuhnya budaya online, terutama akibat gencarnya penggunaan media sosial.
Para remaja yang diklaim sebagai pengguna media sosial terbanyak, dianggap sangat rentan mengalami FOMO. Kenali tanda-tandanya.
#Tidak bisa lepas dari ponsel
Ada banyak hal yang membuat kita merasa khawatir berlebihan saat tidak memegang ponsel, seolah kita jadi ketinggalan banyak informasi atau berita terkini. Kita selalu butuh online, sering mengecek semua media sosial, hanya untuk mengetahui apa yang dilakukan orang-orang di sekitar. Parahnya lagi kita sampai tidak dapat mengatur waktu yang tepat untuk bermain gawai hanya karena perasaan takut kehilangan informasi.
#Terobsesi dengan unggahan orang lain
Rasa keingintahuan generasi milenial memang terfasilitasi lewat media daring. Sayangnya, tingkat rasa ingin tahu yang tinggi terhadap orang lain mendorong kita untuk mengintip media sosial mantan, teman, ataupun idola sehingga membuat terobsesi terhadap unggahan mereka.
Tak jarang juga, kita memanfaatkan media sosial untuk bersaing akibat perasaan iri atau cemburu terhadap orang lain. Sebuah survei yang dipublikasikan dalam majalah Forbes menyebutkan bahwa sumber FOMO yang dialami seseorang dipicu ketidakpuasan terhadap hidupnya. Penderita FOMO bahkan sering berpikir apakah orang lain lebih bahagia dari dirinya.
Artikel lain:
Sering Berfoto Selfie? Hati-hati Terkena Gangguan Jiwa
Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental dengan Menjauhi Depresi
#Lebih peduli kehidupan di media sosial
Ilusi media sosial yang sebenarnya lebih sering menampakkan sisi kehidupan terbaik seseorang mendorong banyak orang untuk lebih peduli terhadap pencitraan dirinya di media sosial. Akibatnya, banyak yang mulai tidak peduli dengan kehidupan dan hubungan dengan orang lain di dunia nyata. Bahkan saat berkumpul dengan orang di lingkungan sebenarnya, kita justru lebih tertarik memantau perkembangan berita di media sosial.
Selain itu, ada dorongan untuk membuat tampak eksis. Seolah ada perasaan takut dianggap hilang jika tidak mengunggah sesuatu di media sosial. Parahnya lagi, jika sampai ada perasaan bahwa apa yang dikerjakan perlu diketahui oleh orang lain. Jika sudah begini, kita patut waspada.