TEMPO.CO, Jakarta - Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya hidup selaras dengan alam membuat produk yang terbuat dari bahan natural semakin menjadi pilihan. Konsumen kini tak hanya menuntut penggunaan bahan organik dan dapat didaur ulang, namun juga ingin produk yang mereka beli berdampak langsung kepada masyarakat yang membuat dan lingkungan.
Baca: Di Balik Penampilan Kece Tatjana Saphira di Seoul Drama Awards
Keinginan konsumen tadi membuat produk dengan pewarna alami yang ramah lingkungan kian menjadi pilihan. Ketua Wastra Indonesia Bhimanto Suwastoyo mengatakan kain tenun bisa memasuki pasar global lewat penggunaan pewarna alami.
"Saat ini orang-orang sedang kembali ke alam. Di Eropa, banyak desainer kembali menggunakan pewarna alam. Tenun harusnya juga kembali menggunakan pewarna alam," kata dia. Sejatinya, menurut Bhimanto, para penenun masih mau menggunakan pewarna alami dan bahan bakunya cukup banyak. Hanya saja, mereka tak tahu atau tak ingat cara membuat benang dengan pewarna alami.
Ilustrasi tenun alam.
Bhimanto menjelaskan, ada penenun yang memilih menggunakan pewarna buatan karena tuntutan ekonomi dan kepraktisan. Pewarna buatan mudah diperoleh di pasar dan tinggal dicampur dengan benang untuk menenun. Padahal, menurut dia, penggunaan pewarna buatan atau sintetis membuat hubungan penenun dengan karya mereka berjarak.
"Sebab, orang dulu membuat kain tenun disertai nilai dan doa. Karena itu, mereka membuat tenun dengan sepenuh hati dan tidak mau sembarangan," kata Bhimanto. "Maka, kalau kita lihat kualitas tenun zaman dulu sangat baik sekali."
Alasan ekonomi yang membuat para penenun meninggalkan pewarna alami sebenarnya kini bisa menjadi jalan untuk mengembalikan para penenun ke teknik pewarnaan tradisional, kalau konsumen bersedia membeli tenun berpewarna alami dengan harga yang sesuai dengan jerih payah pembuatannya.