TEMPO.CO, Jakarta - Kontroversi susu kenal manis, apakah termasuk produk susu atau bukan memiliki implikasi yang panjang hingga ke urusan stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis yang menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Stunting terjadi mulai dari kandungan dan umumnya baru ketahuan setelah anak lahir, terutama ketika berusia 2 tahun.
Baca: Ingat, Tak Semua Susu Baik untuk Anak. Ini Contohnya
Peraturan Kepala Badan POM Nomor 21 tahun 2016 tentang Kategori Pangan menyebutkan susu kental manis masuk dalam kategori susu karena memiliki protein sebanyak 7 persen. Meski begitu, konsumsi susu kenal manis secara rutin sebagai minuman, seperti anjuran yang terdapat pada label kemasan sejumlah produk susu kental manis tetap tidak dibenarkan.
"Sebab, sebagian besar kandungan susu kental manis adalah gula," kata Eni Gustina, Direktur Kesehatan Keluarga Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Dia mencontohkan, di Nusa Tenggara Timur, pemberian ASI ekslusifnya tinggi yaitu mencapai 60 persen di atas rata-rata nasional. Namun setelah 6 bulan, anak-anak tak lagi minum ASI karena para ibu meyakini ada susu lain yang bisa menggantikan.
Eni menjelaskan, hampir semua ibu di NTT memberikan susu kental manis kepada anak mereka setelah lepas ASI. Mereka beranggapan susu kental manis sama seperti susu dan memiliki kandungan gizi yang cukup untuk anak. "Mereka membeli susu kental manis dalam bentuk sachet yang terjangkau," kata Eni.
Artikel terkait: Susu Kental Manis Aman Dikonsumsi, tapi Ada Syaratnya
Konsumsi susu kental manis oleh anak-anak di NTT sudah berlangsung lama. Tak heran jika NTT menjadi wilayah dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia. "Dari hasil Pantauan Status Gizi atatu PSG tahun lalu, prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun di Nusa Tenggara Timur mencapai 40,3 persen," ucap dia.
Berangkat dari anggapan yang keliru ini, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM diminta untuk menjernihkan pengkategorian susu kental manis. Peneliti LBH Jakarta, Pratiwi Febry mengatakan ada pertentangan tentang persepsi susu kental manis.
"Di Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 tahun 2016 mengkategorikan susu kental manis sebagai susu yang masuk pada bagian dari analognya. Sedangkan dalam surat edaran tahun ini (SE HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya), BPOM mengatakan susu kental manis tidak setara dengan susu jenis lain seperti susu sapi, susu pasteurisasi, susu sterilisasi, dan susu formula," kata Pratiwi Febry. Agar tidak menjadi bumerang ke depan, Pratiwi berharap Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan BPOM untuk mengevaluasi pengkategorian susu kental manis agar tidak membingungkan masyarakat.