TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi tenaga kerja Indonesia di Hong Kong tak menyurutkan langkah Heni Sri Sundani untuk mencari ilmu. Heni Sri, 30 tahun, terlahir sebagai anak buruh tani. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, dia hobi membaca. Di sela pekerjaannya sebagai pramusiwi di Hong Kong, ia berhasil menamatkan kuliah di Jurusan Entrepreneurial Management Universitas Saint Mary, Hong Kong.
Keprihatinan terhadap dunia pendidikan membawa Heni menggagas Gerakan Anak Petani Cerdas (GAPC) dan mendirikan komunitas Agroedu Jampang. Saat duduk di bangku SD, wanita kelahiran Ciamis, Jawa Barat, 2 Mei 1987, itu sering menghabiskan waktu istirahat dengan membaca buku di gudang tua bekas perpustakaan. Di sanalah ia berkeliling dunia. Cita-citanya untuk bersekolah tinggi membawanya menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong pada 2011.
Baca Juga:
Keputusan menjadi TKI dilatarbelakangi kondisi ekonomi keluarga yang tidak memiliki biaya untuk menguliahkan Heni. “Aku teringat cerita guru bahasa Mandarin di SMK bahwa ia pernah menjadi TKI di Korea lalu kembali ke Indonesia untuk meneruskan kuliah. Aku merasa tidak menemui jalan lain untuk mencapai cita-citaku selain dengan jalan ini,” ucap Heni. Bekerja sebagai pramusiwi, Heni tetap berfokus pada pendidikan.
Lulus diploma III jurusan teknologi dan informasi dengan nilai terbaik, Heni kembali kuliah Jurusan Manajemen Kewirausahaan Universitas Saint Mary, Hong Kong, dan lulus dengan predikat cum laude. Setelah menggenggam gelar sarjana sains di bidang manajemen kewirausahaan, Heni pulang ke kampung halamannya di Rancatapen, Ciamis, pada 2013.
Ia kaget melihat kondisi kampungnya yang tidak banyak berubah dalam urusan pendidikan. Heni tidak tinggal diam. Berbekal lebih dari 3.000 buku yang dibeli di Hong Kong, dia mendirikan perpustakaan di rumahnya. Siapa sangka, kehadiran perpustakaan menumbuhkan minat baca warga sekitar. Semangat Heni untuk menjalankan perpustakaan semakin menggebu. Tidak lama kemudian, ia menikah dengan Aditia Ginantaka, 29 tahun, dan pindah ke Bogor tinggal bersama suami.
Heni Sri Sundani, Mantan TKI yang Mendunia Berkat Gerakan Anak Petani Cerdas. Tabloidbintang
Meski tidak lagi tinggal di kampung halamannya, perpustakaan tetap berjalan. Di Bogor, Heni kembali mendapati kenyataan yang membuatnya harus mengelus dada. Sebagian besar warga kampung di sekitar perumahan tempat tinggal Heni dan suami ternyata bekerja sebagai buruh tani, pengojek, buruh kasar, dan asisten rumah tangga.
Yang lebih miris, ujar Heni, penduduk sekitar memanfaatkan selokan untuk kegiatan mandi, cuci, dan kakus. Melihat kondisi tersebut, ia berdiskusi dengan suami untuk mencari solusi. “Dari situ, terciptalah GAPC. Lewat GAPC, kami mendidik dan memberikan pendampingan belajar kepada anak petani miskin. Kami mengajarkan tiga aspek pelajaran dasar, yakni kemampuan linguistik dan bahasa asing, kemampuan literasi, dan kemampuan logika,” tuturnya.
Heni juga membekali mereka dengan kemampuan komputer, pertanian, peternakan, perkebunan, dan bahasa daerah. Bermula dari mendidik 15 siswa di Kampung Sasak, Desa Jampang, Bogor, kini GAPC tersebar di lebih dari sebelas kampung dengan peserta 2.000, mulai anak petani, anak asisten rumah tangga, anak TKI, anak pengojek, hingga anak pemulung.