TEMPO.CO, Jakarta - Kebanyakan tindak kekerasan di sekolah yang terjadi pada anak-anak dan remaja antara lain disebabkan oleh tidak adanya sikap asertif. Asertif merupakan perilaku yang menunjukkan kemampuan seseorang menyatakan diri, pandangan dalam dirinya, keinginan dan perasaannya secara langsung, spontan, bebas, dan jujur tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak-hak orang lain.
Konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria, Anggia Chrisanti, menjelaskan, seseorang yang berperilaku asertif mampu menghargai hak diri sendiri dan orang lain, juga bersikap aktif dalam kehidupannya untuk mencapai apa yang dia inginkan. Anggia mengatakan anak-anak yang tumbuh dalam pola pengasuhan positif tanpa tekanan bakal memiliki sifat asertif.
"Lingkungan yang kondusif akan membebaskan anak dalam pemenuhan haknya. Namun membebaskan bukan berarti kebablasan. Tetap dalam koridor fitrah anak sesuai dengan aturan agama, tumbuh kembang, dan tidak melanggar norma," ucap Anggia. Pola pengasuhan yang positif akan membentuk keterampilan asertif dan muncul dalam karakteristik sebagai berikut ini.
1. Merasa bebas menampilkan dirinya.
2. Dapat berkomunikasi dengan baik secara terbuka, langsung, jujur, dan tepat.
3. Memiliki orientasi aktif dalam kehidupan untuk mencapai apa yang diinginkan.
Sebaliknya, keterampilan asertif akan tidak tumbuh bahkan mati pada anak-anak dengan orang tua yang sering berkata seperti berikut ini.
1. Mama enggak suka, ya!
2. Awas nanti Papa marah!
3. Anak saleh harus begini. Anak saleh harus begitu.
4. Kalau kamu begitu, Mama pergi.
5. Kalau kamu begitu, Papa enggak sayang.
TABLOID BINTANG