TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit Obessive Compulsive Disorder atau OCD yang merupakan gangguan kecemasan membuat Amanda Seyfried mengkonsumsi obat-obatan anti-depresan, bahkan selama dia hamil.
“Aku tidak berhenti menggunakan antidepresan,” ujar aktris 31 tahun ini di Informed Pregnancy. “Obat ini benar-benar berguna, jauh sebelum aku hamil dan aku tidak menghentikan pemakaiannya selama hamil.”
Pada Maret lalu, Amanda Seyfried melahirkan putri pertamanya. Kendati persalinan berjalan lancar, Amanda Seyfried menjelaskan dia mengkonsumi obat-obatan anti-depresan dalam dosis rendah selama hamil, dan melanjutkan pengobatan setelah melahirkan.
Selama menggunakan obat anti-depresan tersebut, Amanda Seyfried merasa kesehatan mentalnya setelah melahirkan lebih baik. “Aku merasa lebih positif, terlebih setelah menjadi ibu,” katanya. Padahal sebelumnya, Amanda Seyfried membayangkan akan merasa hancur selama hamil dan setelah melahirkan.
Ketakutan menjadi hal yang umum di antara perempuan, terutama mereka yang berjuang dengan depresi atau kondisi kesehatan mental lainnya seperti OCD. Perubahan hormonal yang dipicu oleh kehamilan dapat mengacaukan emosi, serta gejala depresi sehingga penderita gangguan kecemasan bisa merasa lebih buruk. Tapi, apakah solusinya hanya dengan menggunakan obat anti-depresan terus-menerus?
Ahli endokrinologi reproduksi, Joshua Klein mengatakan jika ibu hamil terpaksa mengkonsumsi obat anti-depresan, dia menyarankan pilih obat yang tidak berisiko untuk bayi. “Beberapa obat memiliki nol atau mendekati nol risiko dengan cacat lahir, keguguran, atau bayi lahir meninggal,” katanya.
Sebuah studi dari British Medical Journal menemukan hubungan antara perempuan yang mengkonsumsi antidepresan dan autisme anak mereka. Tapi data dalam penelitian tersebut tidak menunjukkan apakah obat anti-depresan itu penyebab utama anak yang dilahirkan menjadi autistik.
Joshua Klein melanjutkan, kendati sudah memilih obat anti-depresan yang nol risiko cacat lahir, keguguran, atau bayi lahir meninggal, obat jenis ini masih berpotensi memicu kelahiran prematur. Menurut dia, hampir separuh ibu hamil mengalami depresi dan tidak mendapatkan penanganan apapun.
Jika dibiarkan, kondisi ibu yang tertekan secara psikis ini dapat mempengaruhi bayi, misalnya bayi mengalami gizi buruk, perawatan prenatal yang buruk, sampai meningkatkan risiko bunuh diri. Apabila ibu hamil menolak pengobatan medis untuk mengatasi depresi yang dialaminya, Joshua Klein menyarankan agar memilih perawatan alternatif, semisal psikoterapi.
NIA PRATIWI
Berita lainnya:
Rahasia Supaya Berat Badan Saat Hamil Tak Melonjak
Ashanty Hamil 3 Minggu, Apa yang Boleh dan Dilarang?
Sebab Ibu Hamil Sering Kelelahan dan Cara Mengatasinya