TEMPO.CO, Jakarta - Pernikahan merupakan transisi besar dalam hidup. Setiap transisi pasti memiliki tantangan tersendiri. Tantangan itu dapat dilewati dengan mudah jika pasangan menemukan cara yang tepat.
Jadi, sebelum Anda memutuskan untuk menikah dan membangun rumah tangga dengan seseorang, pelajari 5 masalah yang kerap dialami oleh pengantin baru ini sebagai bekal Anda dan pasangan di kemudian hari.
Sindrom pre-wedding?
Beberapa hari dan minggu setelah pernikahan, tidak sedikit pengantin baru yang mengalami wedding withdrawal dan merasa bosan bahkan sedih.
“Pasangan (calon pengantin) akan menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan pernikahannya. Saat pesta lepas lajang, resepsi dan bulan baru, Anda dan pasangan (suami/istri) akan mengalami masa transisi yang harus dilewati dari hari ke hari. Pastikan untuk selalu berbagai (menceritakan) hal-hal kecil bahkan sepele pada pasangan Anda, setiap hari. Jadikan hal kecil (sepele) tersebut sebagai sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan oleh Anda dan pasangan,” jelas Dr. Howard Forman, asisten profesor di Albert Einstein College of Medicine. (baca: Justin Bieber Menabrak, Begini Arti Tanggung Jawab)
Me time berkurang setelah menikah?
“Pasangan Anda bukan sekedar suami atau istri Anda, mereka juga teman baik Anda. Bukankah Anda senang membicarakan masalah pada teman baik Anda? Anggap pasangan sebagai teman baik Anda yang dapat menghargai keputusan Anda. Meski sudah menikah, Anda pula yang harus dapat mengatur kapan waktu untuk pasangan dan diri sendiri. Akan jauh lebih baik jika pasangan mengerti dan mendukung Anda untuk dapat menikmati waktu seorang diri,” jelas Forman.
Keluarga bukan lagi prioritas?
Menikah bukan hanya menyatukan Anda dan pasangan, namun juga menyatukan banyak kepala (keluarga). Akan ada saat dimana anggota keluarga Anda dan pasangan merasa tidak senang dengan keputusan yang Anda buat.
“Menghabiskan akhir pekan atau liburan akan menjadi masalah besar setelah menikah. Pasalnya, ada banyak ide dari banyak kepala yang harus ditampung. Jangan buang-buang waktu untuk berdebat dengan pasangan, pastikan Anda dan pasangan ikut mengambil suara. Dukung keputusan satu sama lain untuk memperkuat ikatan Anda dan pasangan. Keluarga yang lain mungkin akan merasa kecewa, namun kekecewaan tersebut bersifat sementara, beda dengan dukungan yang Anda berikan kepada pasangan, dukungan tersebut akan menunjukkan komitmen satu sama lain,” sambung Forman.
Hubungan intim tidak sesuai ekspektasi?
“Sebelum menikah, hubungan intim terasa lebih menggebu-gebu. Setelah menikah, tujuannya untuk menghasilkan keturunan. Jangan jadikan beban, hubungan intim harus dapat dinikmati oleh Anda dan pasangan. Jadikan anak (keturunan) sebagai motivasi agar gairah seksual tetap membara,” terang Forman.
Sakit hati karena kritik?
Situasi yang cukup menegangkan saat pasangan Anda merasa bahwa Anda mengkritiknya dan Anda merasa tidak melakukannya.(baca:Workplace Facebook, Solusi Komunikasi Internal di Tempat Kerja)
“Anda mungkin tidak berniat untuk mengkritik namun menunjukkan gelagat sebaliknya kepada pasangan. Jika memang berniat memberi masukan, katakan dengan cara yang lebih baik, bukan mengkritik dengan nada emosi atau marah. Jika Anda tidak berniat mengkritik namun pasangan merasa demikian, pikirkan kembali, apakah cara penyampaiannya yang tidak tepat, apakah nada bicara Anda yang membuat pasangan Anda merasa seperti itu. Setelah mengetahui alasannya, coba untuk mengkomunikasikan dengan lebih berempati,” tutup Forman.
HUFFINGTON POST | ESKANISA RAMADIANI