TEMPO.CO, Jakarta - Masalah kekurangan vitamin D masih menghantui anak-anak di Asia, termasuk Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kurang terpapar sinar matahari. Begitu pendapat pakar gizi asal Belanda, Dr. Martine Alles.
"Anak-anak dikurung di dalam rumah. Orang tua takut anak mereka terpapar sinar matahari, belum lagi kekhawatiran anak-anak diculik," kata Alles.
Dia mengungkapkan, data dari SEANUTS Indonesia pada 2013 memperlihatkan prevalensi kekurangan vitamin D pada anak-anak berusia 2-5 tahun sebesar 42,8 persen di pedesaan dan 34,9 persen di perkotaan. Angka ini menurut Allen menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi kekurangan vitamin D yang cukup tinggi setelah Vietnam.
Data serupa pada tahun yang sama menunjukkan di Vietnam prevalensi kekurangan vitamin D untuk usia 6-12 tahun mencapai 48,1 persen di perdesaan dan 52,7 persen di perkotaan. Allen mengatakan di Eropa dan Amerika Serikat kasus kekurangan vitamin D bahkan telah terjadi pada abad ke-19.
Saat itu, kata dia, kurangnya anak-anak terpapar sinar matahari menyebabkan terjadinya insiden riketsia atau pertumbuhan tulang dalam bentuk abnormal, terutama di perkotaan. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua sejak dini menstimulasi anak-anak bermain di luar ruangan untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup.
"Meningkatnya penyakit riketsia ternyata menyingkapkan manfaat lain vitamin D. Selain memperbaiki pertumbuhan tulang, vitamin D juga berpengaruh pada imunitas adaptif," katanya.
Artikel lain:
8 Sikap Dokter yang Diharapkan Pasien
Mana Lebih Menyakitkan, Bercerai atau Dipecat?
Apapun Alasannya, Hindari Minuman Energi saat Berolahraga