TEMPO.CO, Jakarta - Kurangnya jumlah pemimpin wanita dalam perusahaan telah menjadi isu global. Di Amerika Serikat, dari 500 perusahaan hanya 4 persen posisi CEO diduduki oleh wanita. Di Indonesia, jumlah wanita yang menduduki posisi CEO perusahaan pun sedikit.
Bicara soal kurangnya jumlah pemimpin wanita dalam perusahaan, Queen Bee syndrome atau sindrom Ratu Lebah sering kali dijadikan kambing hitam.
Sindrom Ratu Lebah kali pertama didefinisikan G.L. Staines, T.E. Jayaratne, dan C. Tavris, peneliti dari Universitas Michigan, Amerika Serikat pada 1973 dan dimuat dalam jurnal Psychology Today tahun berikutnya. Istilah ini mendeskripsikan para wanita alfa (yang sukses dan berkarakter kuat) dengan posisi atau jabatan tinggi yang bersikap kritis kepada bawahannya, terutama wanita.
Para ratu lebah juga cenderung tidak menyukai pemberian promosi jabatan kepada karyawan wanita, karena enggan tersaingi. Sindrom ini isu yang cukup hidup di dunia kerja, bahkan sering muncul dalam karakter film.
Yang paling populer tentulah karakter Miranda Priestly (Meryl Streep) di The Devil Wears Prada, yang konon diangkat berdasarkan karakter Anna Wintour, pemimpin majalah mode bergengsi Vogue yang semena-mena terhadap asistennya.
Studi yang dilakukan Universitas Toronto, Kanada pada 2008 yang melibatkan 1.800 pekerja wanita di Amerika Serikat menyebut, para pekerja wanita di bawah supervisor wanita lebih banyak mengalami tanda-tanda stres secara fisik dan psikis daripada mereka yang bekerja di bawah atasan pria.
Dalam survei Asosiasi Manajemen Amerika terhadap seribu pekerja wanita pada 2011, 95 persen responden menyatakan dirundung oleh atasan wanita.
Berita lainnya:
Pilih 6 Camilan yang Tak Bikin Gemuk
7 Jurus Menghadapi Pasangan yang Membosankan
Bekerja Dari Rumah Memang Asyik, tapi Ada 7 Godaannya