TEMPO.CO, Jakarta - Banyak wanita berhenti mengejar karier karena berbagai alasan, seperti hamil, mengurus keluarga, ataupun melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut laporan resmi terkini yang berjudul "Understanding Employers’ Attitudes Towards Women Returning To Work" atau Memahami Sikap Perusahaan terhadap Wanita yang Kembali Bekerja dari perusahaan spesialis perekrutan tenaga kerja profesional Robert Walters, sebanyak 66 persen wanita yang disurvei di Indonesia menyatakan suatu saat mereka akan berhenti bekerja.
Di sisi lain, data menunjukkan 44 persen manajer perekrutan di Indonesia memilih tidak mempekerjakan wanita yang kembali bekerja beberapa tahun belakangan ini. Dalam survei tersebut juga terungkap di Asia, 44 persen wanita yang kembali bekerja memerlukan waktu lebih dari empat bulan untuk mendapatkan pekerjaan.
Hampir 40 persen responden wanita bahwa perusahaan perekrutan telah membantu mereka kembali masuk ke dunia kerja. Selain itu, 35 persen perusahaan di Asia menawarkan jabatan yang lebih senior atau jabatan serupa di perusahaan mereka kepada kurang dari 5 persen wanita yang kembali bekerja.
Kemudian, 64 persen manajer perekrutan berpendapat program pengenalan penting dilakukan untuk memastikan wanita yang kembali bekerja memiliki bekal untuk bergabung kembali di dunia kerja. Profesional wanita yang kembali bekerja dengan pengalaman yang relevan bisa menjadi bagian dari solusi kurangnya karyawan yang dihadapi oleh 88 persen perusahaan di Asia Tenggara.
Laporan ini dibuat agar dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi dan menangani kemungkinan ketidakadilan dalam perekrutan dan memastikan inklusi karyawan wanita agar tetap diberi peluang untuk dapat masuk kembali ke dunia kerja setelah berhenti.
Laporan ini juga memberi rekomendasi tentang apa yang dapat dilakukan perusahaan terhadap bagaimana wanita yang kembali bekerja dipersepsikan dan diperlakukan di tempat kerja. Survei ini mengumpulkan pandangan lebih dari 2.200 klien dan profesional wanita di Tiongkok, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Kekhawatiran yang diungkapkan perusahaan saat mempertimbangkan untuk mempekerjakan wanita yang kembali bekerja, termasuk bagaimana mereka kemungkinan tidak memiliki pengetahuan tentang tren industri terbaru atau tidak akan berkomitmen penuh pada pekerjaan. Persepsi ini kurang lebih sejalan oleh banyak manajer perekrutan, sebesar 55 persen dari mereka di Asia setuju bahwa pengalaman dan keterampilan pekerjaan spesifik merupakan kelebihan terbesar yang dapat diberikan oleh wanita yang kembali bekerja.
Rob Bryson dari Robert Walters Indonesia, mengatakan program orientasi untuk karyawan yang kembali bekerja dapat membantu mereka untuk up to date dengan tren dan kondisi terkini dari industri terkait, termasuk cara menggunakan semua teknologi, proses baru, dan masih banyak lagi.
"Tujuannya adalah membedakan program pengenalan karyawan baru biasa serta menyediakan informasi serta sarana dan prasarana yang diperlukan agar mereka dengan cepat dapat terintegrasi kembali ke lingkungan kerja," ujarnya.