TEMPO.CO, Jakarta - Alergi susu sapi merupakan bentuk alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak usia kurang dari 2 tahun.
Associate professor dari Baylor College of Medicine, Texas Children Hospital, Carlos H. Lifschitz, MD, mengatakan alergi susu sapi terjadi karena sistem kekebalan tubuh bayi bereaksi terhadap protein susu sapi. "Reaksi muncul dengan gejala tertentu, umumnya menyerang tiga organ tubuh, yaitu kulit, saluran cerna, dan saluran napas," kata Lifschitz dalam seminar The Hidden Faces of Cow's Milk Allergy di Surabaya.
Para ahli memperkirakan 2-7 persen anak pada kelompok usia kurang dari 2 tahun mengalami alergi susu sapi. Dari sejumlah penelitian diketahui, kebanyakan anak yang alergi terhadap susu sapi juga bereaksi sama terhadap susu kambing dan domba. Beberapa di antara mereka juga alergi terhadap protein dalam susu kedelai.
Bayi yang mendapat ASI umumnya berisiko lebih rendah mengalami alergi susu ketimbang bayi yang minum susu formula. Namun, kalangan ilmuwan masih meneliti kenapa ada anak yang alergi susu, sedangkan yang lain tidak.
Dalam beberapa kasus alergi diyakini berhubungan erat dengan faktor genetik. Uniknya, sering kali alergi susu ini akan hilang dengan sendirinya ketika bayi menginjak usia 3-5 tahun.
Yang perlu diingat, alergi susu sapi tidak sama dengan laktosa intoleren atau kondisi tubuh yang tak mampu mencerna gula lakstosa. Situasi ini jarang terjadi pada bayi, tapi lebih sering pada anak-anak di atas 2 tahun dan dewasa.
Gejala alergi susu, menurut Lifschitz, bisa bersifat akut atau jangka pendek (sebelum 45 menit), sedang (muncul antara 45 menit dan 20 jam), dan lebih dari 20 jam setelah mengkonsumsinya. "Tanda-tanda yang tampak bisa berupa muntah, gatal-gatal pada kulit, sakit perut, kembung, diare, konstipasi, napas berbunyi, dan bersin," tuturnya.
Sebab itu, menu makanan anak penderita alergi susu sapi perlu dipantau dan dipastikan tidak ada kandungan susu sapinya. "Terutama bila anak menderita reaksi anafilaksis atau serangan alergi mendadak yang membahayakan jiwa," katanya.
Lifschitz menyarankan agar bayi yang menderita alergi susu sapi cukup diberikan ASI. Jika pada kondisi tertentu ASI tidak bisa diberikan, ia mengatakan agar mengganti ASI dengan susu formula terhidrolisis sebagian (partially hidrolized) dan terhidrolisis penuh (extensively hydrolized) daripada menggunakan susu kedelai (soya).
Berita lainnya:
10 Tanda Salah Pilih Ukuran Bra
Risiko Jika Anak Sarapan yang Itu-itu Saja
Studi: Bikin Kue Baik untuk Kesehatan Mental