TEMPO.CO, Jakarta -Stres berkaitan dengan terjadinya peningkatan risiko penyakit jantung koroner atau PJK. Juga terkait dengan terjadinya hipertensi, dan adanya peningkatan denyut nadi yang jika lama terjadi, maka akan terjadi masalah jantung. Begitu disebutkan Spesialis Kesehatan Jiwa Andri pada acara Pekan Ilmiah Dokter UKRIDA di Jakarta, Minggu 9 April 2017.
Disebutkan juga bahwa kondisi psikologis seperti depresi dan kecemasan membuat kondisi pasien jantung dan kardiovaskular menjadi lebih kompleks. Contohnya, menurut Andri, kecemasan yang ternyata sering terjadi pada pasien jantung dan kardiovaskular, ini menyebabkan pasien merasa sangat tidak nyaman.
“Kecemasan ini merupakan faktor risiko independen yang meningkatkan kematian pasien PJK,” katanya. Karenanya, lanjutnya. depresi dan kecemasan menjadi masalah yang sangat jelas berkaitan dengan angka kematian pada pasien gangguan jantung dan pembuluh darah. (Baca juga : Luka Bakar Akibat Air Keras Bisa Disembuhkan, Asal?)
“Pasien yang awalnya merasa cemas akan mengalami depresi pada kondisi selanjutnya,” ujar dia. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa depresi merupakan salah satu faktor risiko yang independen terhadap terjadinya masalah jantung.
Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa depresi dan kecemasan adalah kondisi umum yang ditemukan pada pasien yang mengalami sindrom koroner akut juga masalah yang terkait dengan gangguan jantung berat lainnya.
“Jadi yang penting yang harus diperhatikan untuk pencegahan adalah menganalisis faktor risiko yang sudah ada juga memperhatikan adanya masalah psikologisnya,” ujar Andri.
Disebutkan juga bahwa kecemasan paling sering ditemukan pada kejadian masalah jantung yang berat. Juga pada pasien yang mengalami serangan jantung. “Kecemasan juga berhubungan dengan 26 persen peningkatan risiko terjadinya gangguan jantung dan peningkatan risiko uutuk terjadinya kembali serangan jantung tersebut,” katanya menjelaskan.
Bahkan penelitian lain mengungkapkan bahwa ketika sudah bisa mengendalikan faktor risiko gangguan jantung seperti hipertensi dan merokok , kecemasan tetap menjadi faktor risiko prediktif terjadinya gangguan jantung di masa yang akan datang. “Artinya, bahwa ketika seseorang sudah tidak lagi merokok, hipertensinya terkontrol, tapi dia masih mempunyai masalah dengan kecemasan, maka kondisi kedepannya masih akan tetap mengalami masalah jantung,” ujarnya.
Jelas fakta itu membuat gerah para pasien jantung, pasalnya kecemasan bisa meningkatkan risiko kematian pada pasien yang mengalami penyakit jantung koroner, terutama pasien yang mengalami depresi.
Untuk mencegah, Andri wanti-wanti untuk melakukan assasment psikologis bagi pasien jantung di awal terapi. “Tes psikologis, penting karena biasanya tidak akan terlihat jika tidak kita tanyakan.,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Andri juga menyebutkan bahwa pengobatan depresi pada pasien, paling tidak bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan pengobatan (farmakoterapi) yaitu dengan obat-obatan, misalnya golongan serotonin. Terapi lain adalah psikoterapi yang berkaitan dengan teknik psikologi. Yaitu terapi kognitif dan problem solving therapy, katanya.
SUSAN
baca juga :
Hooters Jakarta, Ada Kejutan Setiap 45 Menit
Menjajal Saus Heboh di Hooters Jakarta
Luka Bakar Akibat Air Keras Bisa Disembuhkan, Asal?