TEMPO.CO, Jakarta - Banyak berita miring terkait botox yang sebenarnya tidak benar. Hal tersebut seringkali disebabkan oleh kurangnya edukasi masyarakat terkait dunia estetika medis.
Board Certified Dermatologist, Adri Dwi Prasetyo mengatakan informasi penggunaan botulinum toxin (botox) tipe A yang beredar di masyarakat tak sepenuhnya benar. Menurut dia, botox merupakan neurotoksin yang paling umum digunakan dalam estetika medis dan dianggap sebagai salah satu solusi preventif untuk anti penuaan.
Dia menjelaskan banyak anggapan terkait botox yang sebetulnya keliru.Pertama, anggapan kalau botox adalah racun. Yang benar, botox adalah obat yang mengganggu transmisi saraf pada neuromuscular junction sehingga melumpuhkan otot dan mengurangi garis-garis dalam jangka waktu tertentu.
Dengan penggunaan botox, maka garis ekspresi akan terlihat lebih samar dan wajah memperlihatkan efek yang lebih kencang. "Pada dasarnya pengobatan apapun menggunakan bahan kimia. Jika obat tersebut diberikan dalam dosis yang benar maka akan berdampak positif," ujarnya.
Adri mengatakan penilaian mengenai botox sama halnya dengan antibiotik yang banyak diketahui orang seperti penicilin yang merupakan racun dari jamur. Overdosis yang banyak terjadi di kalangan selebritis sehingga membuat bentuk wajah yang tidak natural sering dijadikan agenda oleh sekelompok orang untuk membuat informasi kepada masyarakat akhirnya terdistorsi.
Anggapan kedua adalah, botox berakibat negatif untuk pemakaian jangka panjang. Penelitian membuktikan salah seorang dari dua wanita kembar jauh terlihat lebih muda ketimbang kembarannya yang tidak disuntik botox.
Ketiga, botox membuat ketagihan. Menurut Adri, informasi tersebut separuh benar dan separuh salah. Namun, dia menekankan tidak ada ketagihan secara medis, hanya saja kebutuhan secara psikologis sosial setiap orang berbeda.
Baca juga:
4 Tanda Produk Perawatan Kulit Tidak Cocok
Masih Muda tapi Wajahnya Berkerut, Apa yang Salah?
Ini Perubahan yang Terjadi pada Wajah di Usia 20, 30, dan 40