TEMPO.CO, Jakarta - Melawan penyakit tuberkulosis (TB) butuh perjuangan ekstra. Mantan pasien TB yang juga Ketua Pejuang Tangguh, Ully Ulwiyah, menuturkan, sejak umur 10 tahun ia ketahuan mengidap TB tetapi sudah agak terlambat. Ketahuan itu benar TB ketika ia berumur 12 tahun karena merasa badannya tidak gemuk.
Artikel terkait:
Tikus Dilatih Mendeteksi TBC pada Manusia
TBC Jadi Penyakit Mematikan Setelah AIDS
Wapres JK: TBC Erat Kaitannya dengan Kemiskinan
Baca Juga:
Singkat cerita dia kambuh lagi ketika SMA. Pada Januari 2010, dia dinyatakan sembuh, tetapi pada Maret 2011 terkena radang paru-paru akut yang mengharuskan dirawat ICU selama sepuluh hari. Pada Mei 2011, berdasarkan hasil cek kultur dinyatakan positif TB-MBR.
“Di awal pengobatan saya hanya minum sembilan butir obat, tetapi ditambah menjadi 15 butir obat sekali minum. Efek sampingnya mulai dari mulai yang ringan sampai berat dan jenuh. Pada 15 Maret 2013, saya dinyatakan sembuh,” ujar Ully.
Dia mengungkapkan, sebagai mantan pasien ia takut luar biasa karena tidak mau menderita lagi. Menderita TB-MBR itu luar biasa berat. Bukan sekadar minum obat dan suntik tapi juga efek pengobatan dan takut anak dan keluarga tertular.
Pada 2013, bersama sejumlah mantan pasien, Rumah Sakit Persahabatan mendirikan organisasi pasien TB MBR Pejuang Tangguh (Peta) yang sudah berbadan hukum. Setiap hari ia melakukan pendampingan penderita TB karena saat divonis itu rasanya seperti disambar petir seakan-akan sudah tak ada harapan hidup.
Peta melakukan pendampingan di 42 Puskesmas di DKI Jakarta. “Total sudah ada 470 pasien yang sembuh,” katanya.
Artikel lain:
Reaksi Tubuh Jika Jarang Bercinta
Kenali Jenis USG Selama Kehamilan
Risiko Skip Challenge, Meninggal atau Otak Rusak