TEMPO.CO, Jakarta - Hampir di setiap lingkungan kerja, ada saja rekan kerja yang dianggap sebagai toxic coworker, yaitu rekan kerja yang membawa pengaruh buruk alias rekan kerja beracun.
Menurut survei yang digagas perusahaan sistem manajemen bakat di Amerika, Cornerstone onDemand, keberadaan toxic coworker dapat memberikan dampak negatif pada performa rekan-rekan kerja lainnya. Dalam survei tersebut 54 persen responden mengatakan ingin berhenti kerja ketika menemukan toxic coworker di dalam tim kerja mereka.
Keberadaan toxic coworker tidak hanya membawa aura negatif dan mengganggu konsentrasi kerja, namun dapat merusak kerja sama antara anggota tim kerja, memperlambat pencapaian tujuan dan keberhasilan kerja tim, juga menghalangi seseorang meraih tujuannya.
Van Moody, pakar hubungan sekaligus penulis buku psikologi dunia kerja berjudul The People Factor mengatakan, hubungan antara rekan kerja dapat memberikan pengaruh lebih besar dari sekadar masalah bisnis.
“Imbasnya jauh dari hanya sekadar gangguan bagi pekerjaan. Mereka juga dapat mengakibatkan kecemasan, emosi, depresi, bahkan penyakit fisik,” kata Moody.
Lebih lanjut Moody menjabarkan perilaku pekerja yang masuk dalam kategori toxic coworker, antara lain menghambat bakat dan membatasi kesempatan orang lain untuk berkembang, mengubah situasi dan percakapan menjadi keuntungan bagi diri sendiri, gemar mencerca atau menghukum orang lain yang berbuat kesalahan daripada mengoreksi kesalahannya sendiri, menyerobot nilai atau pujian atas ide atau pencapaian orang lain, dan tidak bisa menghormati privasi orang lain.
Namun demikian, toxic coworker tidak melulu muncul dalam wujud pekerja yang menyebalkan dan jahat. Menurut Samantha Lambert, Direktur Divisi Personalia di perusahaan desain website di Amerika, Blue Fountain Media, secara umum ada empat sifat pekerja yang juga masuk dalam golongan toxic coworker:
#The “yes” man/woman: Pekerja tipe ini tidak punya pendirian, selalu setuju dengan apa yang diperintahkan atau dikatakan orang lain. Alih-alih menyuarakan opininya, mereka lebih senang mengikuti perintah atau kehendak mayoritas. Memang mereka tidak mengganggu secara fisik, namun menghambat kemajuan tim dengan kemalasannya beropini.
#Pembuang waktu: Seseorang yang sulit berkomitmen dengan waktu, meremehkan keteraturan jadwal, dan menganggap sepele keterlambatan. Tipe pekerja seperti ini sangat mengganggu ritme kerja dan mempengaruhi suasana hati rekan kerjanya. Waktu terbuang yang baginya sepele bisa jadi penentu keberhasilan sebuah pekerjaan.
#Si pengadu: Ada tipe pekerja yang senang membawa isu atau masalah apa pun untuk diadukan pada atasan. Meski tujuannya untuk mencari solusi, kebiasaan mengadukan semua hal pada atasan tentu tidak menyenangkan bagi rekan kerja lainnya. Hingga menimbulkan prasangka dan kecurigaan. Bekerja dengan suasana penuh curiga tentulah tidak menyenangkan.
#Tukang mengeluh: Suka mengeluh dan komplain atas kesalahan kecil. Berburuk sangka dan selalu pesimis. Aura negatif seperti itu membuat suasana kerja tidak kondusif. Pekerjaan yang sebenarnya mudah akan terasa lebih berat jika dikerjakan dengan suasana hati dan pikiran yang terus dijejali hal-hal negatif.
Menjaga jarak dinilai Moody sebagai cara meminimalisir konflik dengan toxic coworker. Moody menyarankan agar Anda membuat batasan tegas antara urusan pekerjaan dan personal dengan toxic coworker.
“Ketika Anda tahu bagaimana mengatasi hubungan profesional secara benar, itu akan membuat perbedaan antara kehidupan kerja yang penuh kepuasan dengan yang penuh kekecewaan,” ucapnya.
Berita lainnya:
9 Cara Agar Media Sosial Bisa Meningkatkan Karier
Tip Mengusir Rasa Malas saat Bekerja di Rumah
Putri Donna Agnesia: My Name is-nya Sabrina