TEMPO.CO, Jakarta - “Irasshaimasu!” Sambutan dalam bahasa Jepang dilontarkan dengan lantang oleh para pelayan Tanpopo di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, setiap menyambut yang datang. Seorang pelayan sigap menghampiri dan menunjukkan beberapa pilihan menu yang bisa dipesan langsung di tiga kios kayu sederet kasir.
Menu-menunya memang harus dipilih sendiri di masing-masing kios yang menyajikan ramen, udon, yakiniku, dan gyudon ini. Adapun untuk minuman, ada minuman ringan dan ocha (teh Jepang) yang bisa diisi ulang. Layaknya pelayanan warung tenda pada umumnya, di Tanpopo tak ada pelayan yang menghampiri meja, lalu menawarkan menu.
Baca Juga:
Ya, Tanpopo merupakan warung tenda yang menjual beberapa jenis makanan tradisional Jepang. Tempat makan yang satu ini berkonsep yatai atau warung tenda (food stall) yang buka pada malam hari. Gerobak kayu dan lampion khas Jepang kentara terlihat dari pinggir jalan. Kain-kain dengan tulisan huruf hiragana terpasang berkibar di tenda. Memasuki Tanpopo seperti mampir di Jepang sesaat.
Suasana 'angkringan' Tanpopo di kawasan Gandaria, Jakarta. (TEMPO/Nita Dian)
Adapun di Jepang, yatai sudah lumrah. Sama halnya dengan Indonesia yang banyak memiliki pedagang kaki lima atau angkringan di tepi jalan. Yatai bisa ditemukan di hampir seluruh kawasan di Jepang, terutama di Fukuoka. Sebagai sebuah warung tenda, yatai biasa dikunjungi pegawai sepulang bekerja.
“Kalau awal-awal buka, pukul enam sore gitu biasanya ramai sama yang pulang kantor,” tutur salah seorang pelayan Tanpopo sambil lalu. Namun, kalau lebih malam, biasanya pengunjung bisa lebih beragam, seperti pasangan kekasih, suami-istri, atau keluarga.
Di Tanpopo, meja dan kursi-kursi kayu disediakan cukup panjang. Semuanya ditata berderet cukup nyaman diduduki 5–6 orang. Namun, untuk kenyamanan, beberapa meja biasanya cukup diisi sekelompok orang yang berpakaian santai rata-rata 4–5 orang. Area di Tanpopo punya daya tampung hingga 45–50 orang.
Untuk memesan yakiniku atau menu daging bakar, pengunjung akan diarahkan untuk memilih jenis daging mentah yang ingin dibakar. Deretan contoh daging pilihan bisa dilihat melalui lemari pendingin.
Menu yakiniku yang bisa dipilih di Tanpopo, di antaranya ada short rib US, chicken teriyaki, dan chicken tandoori yang dibanderol seharga Rp 30 ribu untuk masing-masing porsi. Ada juga beef hamburg seharga Rp 40 ribu dan rib eye Rp 80 ribu. “Salah satu menu andalan kami adalah yakiniku,” ujar Aurelia, humas Tanpopo, kepada Tempo.
Menu oden di Tanpopo. (TEMPO/Nita Dian)
Begitu menu yakiniku dipesan, kurang dari 10 menit pelayan akan mengantarkan panggangan kecil berisi bara lengkap dengan plat besi (teppan) untuk memanggang. Tak lama, daging-daging mentah yang masih segar dan berbumbu pun turut diantar. Selain itu, kipas ikut disajikan, kegiatan bakar-bakar pun bisa mulai dilakukan di atas meja.
Sekitar pukul 22.00, suasana cukup ramai dengan beberapa pengunjung yang datang dan pergi. Jalanan cukup lengang. Suara daging dibakar serta suara siraman saus di atas daging yang menetes ke bara bercampur gelak tawa sesekali beradu. Kepulan asap dari yakiniku bakar pun memenuhi masing-masing meja. Ya, yakiniku menjadi salah satu menu menarik di yatai Tanpopo ini.
Untuk suasana, Tanpopo menyenangkan menjadi pilihan tempat berkumpul santai. Hampir semua meja memesan menu yakiniku karena di sinilah serunya makan di Tanpopo. Membakar irisan dan potongan daging sembari berfoto dan menikmati beberapa menu lain. Satu porsi yakiniku yang tak cukup besar sepertinya tak cukup mengenyangkan. Sehingga biasanya pengunjung akan memesan beberapa menu tambahan. “Suasananya asyik, berasa kayak di foodstreet Jepang yang ditonton di film,” ujar Nita, salah satu pengunjung Tanpopo.
Menu ramen di Tanpopo. (TEMPO/Nita Dian)
Soal rasa, mungkin beberapa pengunjung menyadari ada rasa yang hilang karena Tanpopo memang tak membubuhkan penyedap rasa (monosodium glutamat/MSG) dalam masakannya. Jadi, rasa “gurih” khas MSG akan absen dari mangkuk-mangkuk ramen, gyudon, dan semua menu. Tanpopo pun tak menggunakan daging atau minyak babi dalam masakannya.
Menu gyudon di Restoran Tanpopo. (TEMPO/Nita Dian)
Kalau dilihat dari harga, Tanpopo berani mematok makanan per porsi dengan harga terjangkau. Menurut Aurel, ini memang menjadi salah satu tujuan Tanpopo agar bisa menjangkau masyarakat lebih luas untuk mencoba makanan khas Jepang dengan konsep yatai dan dengan harga terjangkau, sama halnya seperti di negeri aslinya.
Kehadiran Tanpopo di Jakarta cukup memberi alternatif bagi warga Jakarta yang begitu menyukai sajian kuliner dan punya penggemar makanan Jepang yang cukup banyak. Namun, hingga saat ini memang belum banyak makanan kaki lima khas Jepang yang berkonsep authentic Japanese dengan chef Jepang asli. Hal itulah yang menambah nilai jual bagi Tanpopo, yang berarti bunga dandelion ini.
AISHA SHAIDRA
Berita lainnya:
Trik Mengekang Nafsu Belanja saat Ada Diskon Besar
Ini Warna Lipstik yang Cocok untuk Semua Warna Kulit
Inul Daratista Pasang Foto Yoga, Lihat Betapa Lentur Tubuhnya