TEMPO.CO, Jakarta - Alergi adalah respons sistem imunitas tubuh yang bekerja secara berlebihan untuk melawan alergen atau zat pemicu alergi yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah kasus alergi pada anak terus meningkat dua dekade terakhir. Majalah Parents terbitan Amerika Serikat menyebut, satu dari 13 anak sekarang terindikasi alergi makanan. Ini berarti terjadi peningkatan 100 persen dibanding 15 tahun lalu.
Reaksi alergi pada anak beragam, mulai yang ringan, seperti gatal-gatal di mulut, di badan, atau sakit perut. Namun 40 persen mengalami gejala alergi berat, seperti ruam di kulit, gatal yang teramat sangat, batuk pilek, muntah, detak jantung tidak normal, hingga sesak napas.
Alergi bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Bila ditemukan riwayat alergi pada ibu dan ayah, anak berpeluang 80 persen mengalami alergi. Risiko alergi menurun hingga 40 persen jika hanya salah satu orang tua yang membawa riwayat alergi. Namun alergi tetap bisa terjadi pada anak dengan orang tua yang bahkan tidak memiliki riwayat alergi.
Sebenarnya alergi dapat dihindari sejak sang anak masih dalam kandungan. Sayangnya, banyak mitos dan pengetahuan lama yang sebenarnya memicu alergi. Para ilmuwan telah memaparkan teori baru mengenai cara mencegah alergi sedini mungkin. Apa saja?
1. Makan apa saja selama hamil
Dulu dokter menyarankan ibu hamil menghindari makanan yang dapat memicu alergi, seperti ikan, telur, daging, dan kacang-kacangan. Namun saran ini telah dibantah para ilmuwan di Amerika Serikat yang merekomendasikan ibu hamil banyak mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Bahkan dikatakan para ibu bisa menurunkan risiko alergi pada bayi dengan pola makan yang terdiri atas banyak sayuran, ikan, lemak tak jenuh, minyak zaitun, dan kacang-kacangan.
Intinya, asupan gizi yang seimbang. “Pemaparan dini (terhadap makanan-makanan itu) akan memberikan keuntungan yang dapat melindungi janin, meski masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan ini,” kata Kari Nadeau, MD, profesor alergi dan imunologi di Sekolah Kedokteran Universitas Stanford, California, Amerika Serikat.
2. Jangan menjadi penggila kebersihan
Jika Anda berpikir menjaga kebersihan dan higienitas lingkungan di sekitar bayi akan membantu melindunginya dari berbagai ancaman penyakit, Anda perlu tahu bahwa lingkungan yang terlalu steril membuat sistem imunitas bereaksi berlebihan terhadap benda-benda asing, termasuk protein.
Anak yang terbiasa berada di lingkungan super-bersih lebih rentan terkena alergi debu, perubahan suhu, dan bakteri. Hugh Sampson, MD, dokter spesialis anak yang juga menjabat Direktur Institut Alergi Makanan Jaffe di Pusat Medis Mount Sinai, New York, merekomendasikan sabun biasa dan air hangat ketimbang sabun anti-bakteri.
3. Berikan aneka makanan sedini mungkin
Pada 2000, American Academy of Pediatrics (AAP) atau Asosiasi Dokter Anak Amerika menyarankan orang tua menunggu sampai anak berusia 2 tahun untuk mencicipi telur dan 3 tahun untuk mengonsumsi kacang-kacangan. Namun sekarang, AAP mendukung pemberian semua jenis makanan sejak bayi berusia 6 bulan, di mana mereka memulai masa MPASI atau makanan pendamping ASI.
“Memperkenalkan beragam makanan di usia muda membantu melindungi anak dari alergi. Ini melatih sistem imunitas anak untuk tidak merespons protein sebagai gangguan,” kata Nadeau. Namun ia mengingatkan orang tua dengan riwayat alergi agar berkonsultasi dengan dokter dalam membuat rencana diet untuk anak dan memperhatikan reaksi pada anak sehubungan makanan baru yang mereka konsumsi.
4. Berikan makanan alergen secara bertahap
Anak-anak dengan alergi protein susu, telur, kedelai, atau gandum bisa mengatasi alergi mereka setelah berusia 16 tahun. Namun hanya 20 persen anak dengan alergi kacang-kacangan bisa menghilangkan alergi ini setelah dewasa. Ini berarti jika anak didiagnosis alergi terhadap protein selain kacang, Anda tidak harus selamanya menghilangkan protein dari menu makanan mereka. Berikan makanan-makanan itu secara bertahap untuk melatih sistem imun tubuh. “Itu cara melatih sel-sel alergi untuk menurunkan tingkat alerginya,” ujar Nadeau.
Baca juga:
Trik Mengendalikan Berat Badan Saat Liburan
Ini yang Terjadi pada Tubuh Akibat Kanker Otak
Esti Kiswandari, Korban Kebakaran Berbuah Jejaring Perempuan