TEMPO.CO, Jakarta - Setiap anak dilahirkan sama polos. Namun proses tumbuh-kembang anak menjadi kompleks karena dipengaruhi berbagai faktor, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, dan pola asuh. Dalam membentuk karakter anak, perbedaan budaya dan pola asuh memiliki peranan besar. Itu sebabnya, karakter anak-anak di Asia berbeda dengan anak-anak di negara Barat.
Psikolog dari Universitas Osnabruck, Jerman, Heidi Keller, mengidentifikasi dua pola asuh berbeda pada orang tua di Asia dan Barat. Pertama, pola asuh proksimal, yakni pola asuh dengan mengedepankan kontak tubuh antara ibu dan anak dalam waktu lama serta konsisten. Kedua, pola asuh distal, yang mengutamakan kontak mata dan komunikasi melalui kata-kata dan ekspresi wajah.
Gaya asuh proksimal identik dengan pola asuh orang tua di Asia. Ibu-ibu di Asia umumnya melakukan kontak tubuh intensif dengan anak, dari lahir sampai setidaknya seusai masa menyusui. Tidur bersama si kecil, mandi bersama, dan menggendong bayi ketika bepergian adalah hal lazim bagi orang tua di Asia. “Pola asuh ini membentuk self-regulation atau kemampuan mengontrol emosi, perilaku, dan perhatian," kata Keller.
Anak-anak dengan pola asuh ini lebih bisa mengikuti instruksi orang dewasa. Keberadaan ibu di sisi mereka (yang selalu memberi perasaan nyaman) membuat anak-anak Asia cenderung lebih tenang. Ibu-ibu di Asia juga dikenal proaktif dalam memahami kebutuhan si kecil. Mereka melakukan apa pun demi menghindari si kecil rewel dan menangis. Ibu-ibu di Asia bisa dikatakan hampir selalu berada bersama bayinya selama dua tahun pertama. Sebuah survei di Jepang bahkan mengungkapkan, ibu-ibu di Jepang umumnya hanya menghabiskan waktu dua jam per minggu tanpa bayi di sisinya.
Kelemahannya, anak-anak Asia tidak pandai menyampaikan emosi, sehingga kerap meluapkan emosi dengan cara yang salah. Mereka juga kurang percaya diri, kurang pandai mengambil keputusan, pasif, dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang tua. Lantaran terbiasa dilayani, mereka cenderung menunggu kebutuhan mereka dipenuhi alih-alih berusaha mendapatkannya.
Sementara itu, orang tua di Barat umumnya menerapkan pola asuh distal. “Mereka lebih menekankan hubungan dengan kontak mata, ekspresi wajah, dan kata-kata,” ucap Keller. Anak-anak di Barat selalu diperlakukan sebagai seorang manusia, bukan bayi. Cara ini mendorong anak-anak mengenali diri sedini mungkin atau self-recognition.
Mereka melihat diri sebagai “pemain” di dalam lingkungan tertentu serta menyadari bisa memberikan pengaruh dan kontrol di lingkungan itu. Itu sebabnya, anak-anak di Barat lebih percaya diri, ekspresif, berani mengatur, berargumen, dan menyampaikan gagasan.
Masalahnya, anak-anak Barat perlahan menjadi “penguasa” di lingkungannya melalui proses pengenalan diri itu. Mereka menangis dan melakukan apa pun agar keinginannya terpenuhi, juga melanggar aturan yang tidak mereka terima, karena posisi anak dan orang tua setara. Dari kacamata orang Asia, cara anak-anak di Barat memperlakukan orang tua melanggar norma kesopanan.
Tidak ada rumus pasti dalam hal mengasuh anak. Tidak ada pola asuh yang sempurna. Karena itu, sebagai orang tua, Anda sebaiknya terus mempelajari banyak hal dari berbagai budaya dan cara asuh berbeda. Ambillah semua hal positif untuk diterapkan pada pola asuh Anda.
Kombinasi gaya mengasuh proksimal dan distal bisa saling melengkapi. Sisi positif keduanya akan membentuk anak yang mampu mengekspresikan diri dan berani, tapi respek terhadap orang tua dan bisa mematuhi peraturan.
TABLOIDBINTANG.COM
Berita lainnya:
5 Cara Menata Poni Rambut
Roti Selimut, Menu Alternatif Sarapan yang Cepat dan Lezat
Riset: Perempuan dengan Makeup Natural Lebih Bisa Dipercaya