TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menghadapi sidang perdananya sebagai terdakwa perkara penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, 13 Desember 2016. Dalam sidang itu, Ahok duduk di kursi pesakitan untuk mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum.
Saat itu, Ahok mengenakan batik lengan panjang bernuansa cokelat dengan motif parang dan celana panjang hitam. Pengamat batik, Indra Tjahjani, mengatakan makna motif tersebut adalah pantang menyerah, tegar, berusaha memperbaiki diri, dan memperjuangkan kesejahteraan.
Meski begitu, Indra menilai motif parang pada batik yang dikenakan Ahok tidak sempurna lantaran tak ada mlinjon—bentuk seperti wajik dalam permainan kartu yang menjadi ciri khas motif parang. "Saya kira, ide dasar desainnya dari motif parang atau kita sebut pengembangan atau turunannya," kata Indra kepada Tempo, Rabu, 14 Desember 2016.
Indra menjelaskan, batik yang dikenakan Ahok merupakan ciri khas dari batik Yogyakarta dan Solo. "Apalagi dengan melihat warna sogannya (cokelat) yang kuat," ucapnya.
Motif parang, tutur Indra, biasanya digunakan keluarga keraton untuk menghadiri upacara tradisi, kecuali lamaran dan pernikahan. Sejatinya motif tersebut tidak bisa sembarangan dipakai kalangan biasa. Bukan karena dilarang, hal itu lantaran masyarakat Yogyakarta dulu tidak memakai motif parang untuk menghormati pimpinannya. "Hanya Sultan dan permaisuri yang memakai motif parang," ujarnya.
Seiring perkembangan zaman, muncul batik parang yang dikombinasikan dengan motif lain, seperti yang dipakai Ahok, agar tidak sama persis dengan milik Sultan. "Di era keterbukaan sekarang, siapa saja bisa memakai. Hanya para pakar batik menganjurkan, jika ada undangan dari keraton, sebaiknya motif itu tidak dipakai," tuturnya.
FRISKI RIANA
Berita lainnya:
Manfaat Tusuk Jarum buat Kesehatan Mental
6 Model Rambut yang Bakal Jadi Tren pada 2017
Siapa Rini Cesillia Blogger Cantik yang Tewas di Bali