TEMPO.CO, Jakarta - Mengisi liburan akhir tahun dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menjadi relawan pembisik untuk anak-anak tunanetra yang hobi nonton lewat program bioskop bisik. Selain menghibur, menjadi relawan dapat mengasah empati anak terhadap sesama.
Saat mengikuti bioskop bisik, setiap penanyandang tunanetra akan dipasangkan dengan relawan untuk menyaksikan film bersama. Relawan bertugas membisikkan adegan yang tayang dan membacakan percakapan jika film itu berbahasa asing. “Pada Sabtu, 10 Desember 2016, kami akan mengadakan Bioskop Bisik di Blitz Grand Indonesia mulai jam 10.00 sampai selesai,” kata Ramya Prajna, Program Manajer Bioskop Bisik kepada Tempo, Sabtu 3 Desember 2016.
Ramya yang juga pendiri Think Web -lembaga penyelenggara Bioskop Bisik, mengatakan sebelumnya program tersebut pernah diadakan pada 2014. Ketika itu, Think Web bekerja sama dengan salah satu produsen es krim. “Film yang diputar Petualangan Padle Pop,” ujarnya. Pesertanya adalah anak-anak dari salah satu Sekolah Luar Biasa di Jakarta Pusat, dan relawan pembisiknya berasal dari sekolah swasta di wilayah yang sama.
Selain Bioskop Bisik untuk anak, Think Web juga menyediakan Bioskop Bisik untuk tunanetra dewasa. Biasanya Bioskop Bisik untuk dewasa diselenggarakan di Paviliun 28, Jalan Petogogan Raya Nomor 25, Jakarta Selatan. Metodenya sama dengan Bioskop Bisik anak, ada tunanetra peserta maupun relawan pembisik yang mendaftarkan diri jauh hari sebelum Bioskop Bisik diselenggarakan.
Menurut Ramya, relawan pembisik harus mendaftarkan diri jauh hari karena tempat menonton yang terbatas. “Banyak relawan justru tidak kebagian pasangan tunanetra untuk dibisiki karena pada hari penyelenggaraan lebih banyak relawan daripada tunanetranya,” ujar dia.
Jenis pilihan film untuk tuna netra dewasa lebih banyak. Meski begitu, tunanetra dewasa lebih menyukai genre film komedi atau drama karena semua adegan film bisa ditangkap melalui suara. Adapun film horor kurang diminati lantaran tak terbayangkan seperti apa adegan mencekam di dalam film dan tidak “tertangkap” melalui suara. “Kami juga tidak bisa merasakan emosi dalam film horor, misalnya ada hantu yang lewat, kami kan tidak tahu,” ujar seorang tunanetra Akbar, saat diwawancara di Pavilun 28.
Seorang relawan, Indra mengatakan sangat menikmati perannya sebagai pembisik. Menurut dia, membisikkan adegan sambil menonton film punya tantangan tersendiri. “Biasanya kalau nonton di bioskop harus diam, tapi di sini saya mesti membisikkan setiap adegan, jadi suasananya ribut,” katanya.
CHETA NILAWATY
Berita lainnya:
Yuk, Ikuti Gaya Hidup Orang Sukses
6 Perkataan Pria yang Bikin Perempuan Kesal
Tutupi Payudara Saat Menyusui, Ajari Budaya Malu pada Anak